Ibupedia

59% Anak Kanker Alami Masalah Mental, Parents Bisa Lakukan Ini!

59% Anak Kanker Alami Masalah Mental, Parents Bisa Lakukan Ini!
59% Anak Kanker Alami Masalah Mental, Parents Bisa Lakukan Ini!

Kita tahu bahwa kanker menjadi salah satu penyakit mematikan yang hingga saat ini, belum ditemukan obatnya. Siapapun bisa menderita penyakit ini, tak terkecuali anak-anak.

Diketahui, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenkes RI) berdasarkan data Globocan tahun 2020, jumlah penderita kanker anak dengan rentang usia (0-19 tahun) tercatat sebanyak 11.156 kasus. Mirisnya, dari angka ini sekitar 34,8% kasus paling banyak adalah kanker darah atau leukemia. Rasa sakit dalam menjalankan pengobatan juga tak bisa dihindari.

Bikin kondisi mental anak kanker pun jadi rentan terganggu. Bahkan, saat menjalankan terapi pengobatan anak kanker pun tak jarang sering mengalami kecemasan, ketakutan, depresi dan yang paling parah adalah post traumatic disorder (PTSD).

Jelas, orang tua nggak bisa tinggal diam ketika menghadapi kondisi tidak stabil yang dialami si kecil, bukan? Lantas, langkah seperti apa yang sebaiknya dilakukan orang tua?

Tentang kanker dan emosi yang tidak stabil

Kanker dikenal sebagai penyakit ganas, yang kehadirannya bisa saja membuat sang penderitanya kehilangan nyawa. Terutama jika tidak melakukan pengobatan dengan benar.

Ini karena, kanker merupakan penyakit yang bisa menyebabkan sel-sel di dalam tubuh manusia dapat berkembang, namun dalam keadaan tidak terkendali, tidak normal, bahkan mengganas hingga menggerogoti sel-sel yang sehat. Kanker pun tak jarang bisa saja menyebar ke bagian organ vital lain di dalam tubuh manusia.

Mirisnya, kanker ini tidak hanya bisa terjadi pada orang dewasa saja. Zaman sekarang, bahkan penderita anak kanker juga makin masif dan rentan menjangkit anak-anak, mulai usia 0-19 tahun.

Bahkan, Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan sebuah data bahwa, setidaknya ada sekitar 400.000 kasus kanker anak di seluruh dunia tiap tahunnya. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat.

Untuk di Indonesia sendiri, masih berdasarkan data Globocan tahun 2020 terdapat 11.156 anak yang terkena kanker. Dengan tingkat kesembuhan di bawah 30%, miris sekali ya, Parents!

Hal inilah yang kemudian makin memperparah kondisi kesehatan mental anak kanker. Sebab, terapi pengobatan yang rutin dan monoton setiap hari juga bisa memunculkan berbagai macam emosi yang tentunya nggak biasa.

Melansir dari National Cancer Institute kanker juga tak jarang bikin emosi naik-turun nggak stabil. Bahkan, ketidakstabilan tersebut bisa berubah-ubah setiap hari, setiap jam, dan setiap menit.

Perasaan ini, ternyata juga nggak hanya bisa dialami oleh anak kanker, maupun pasien kanker dewasa saja, lho! Orang tua, keluarga ataupun caregivernya juga rentan mengalami gangguan kesehatan mental yang sama.

Emosi tidak stabil, normal terjadi?

Yes! Walaupun para ahli mengatakan, emosi yang nggak stabil pada pasien kanker dewasa maupun anak kanker sangat normal terjadi, nyatanya hal ini tetap harus dicarikan solusi. Tidak bisa didiamkan, alih-alih menormalisasi keadaan.

Secara umum, kanker dibagi menjadi dua kelompok yaitu cair dan padat. Nah, leukemia adalah salah satu jenis kanker yang tergolong kelompok cair dan paling banyak dialami oleh anak-anak.

Sementara jumlah penderita kanker padat, layaknya retinoblastoma atau kanker mata, tumor otak, dan osteosarcoma atau kanker tulang, diketahui lebih rendah terjadi pada anak-anak.

Walau begitu, WHO masih tetap memberikan peringatan pada orang tua, agar bisa lebih waspada dengan jenis kanker-kanker cair dan padat lainnya.

Sebab, nggak menutup kemungkinan juga bisa saja terjadi pada anak-anak, apalagi kanker masih menjadi penyebab kematian kedua di dunia bagi anak-anak. Bahkan, berdasarkan laporan yang ditulis oleh Kemenkes tahun 2015, diketahui terdapat 59% anak kanker mengalami masalah kesehatan mental.

Gangguan mental yang paling sering ditemui adalah, kecemasan, ketakutan, depresi, hingga post traumatic disorder (PTSD). Walaupun gangguan mental dan emosi tidak stabil ini masih tergolong normal dialami oleh anak-anak, namun para ahli menegaskan ketidakstabilan emosi ini sangat berbahaya bagi anak-anak.

Terutama saat mereka sedang menjalankan terapi penyembuhan kanker. Dimana mereka tentu membutuhkan emosi dan kesehatan mental yang sehat dan stabil, demi mendukung proses penyembuhannya.

Tiga tantangan kesehatan mental anak kanker

Berdasarkan penelitian tahun 2019 yang berjudul: Pediatric Psycho-oncology: Supporting Children with Cancer setidaknya terdapat tiga tantangan kesehatan mental yang rentan dialami oleh anak-anak pejuang kanker, diantaranya:

1. Perubahan fisik

Penyakit kanker, tak jarang juga bisa mengubah penampilan fisik seseorang secara drastis. Anak-anak yang memiliki masalah terhadap body image problem, sangat rentan mengalami stres dan depresi terhadap perubahan fisiknya tersebut.

Terutama ketika ia sudah mengalami kebotakan rambut, bentuk tubuh yang makin kurus atau makin menggemuk akibat konsumsi obat-obatan kanker, atau bahkan ketika ia terpaksa kehilangan anggota tubuhnya karena amputasi. Hal-hal semacam ini, sangat rentan membuat anak jadi kurang percaya diri.

2. Prosedur pengobatan

Prosedur pengobatan juga ikut menyumbang masalah kesehatan mental anak kanker, makin menjadi-jadi. Ketakutan akan prosedur medis yang dijalani, kekhawatiran hingga rasa sakit yang anak alami, juga nggak jarang bikin anak rentan trauma.

3. Adanya keterbatasan aktivitas

Yup! Perlu diakui, sedikit banyak, kanker juga sangat memengaruhi aktivitas sosial anak-anak pejuang kanker ya, Parents. Anak-anak yang dulunya aktif bermain tanpa batasan, bebas melakukan segala aktivitas fisik, kini perlu membatasi diri.

Tak heran, perubahan aktivitas sosial yang drastis ini juga bikin anak kanker mengalami berbagai macam kondisi masalah mental, mencakup; stres, perubahan mood hingga depresi.

Orang tua mesti gimana?

Sebenarnya banyak yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah kemungkinan anak kanker mengalami masalah kesehatan mental, salah satunya adalah denga memahami rencana pengobatan anak terlebih dahulu. Dikutip dari American Cancer Society ketika seorang anak menderita kanker, dan orang tua memahami rencana pengobatan, serta dampak potensial pengobatan yang mungkin terjadi pada anak maka hal ini jadi dapat dipersiapkan.

Dengan begitu, orang tua maupun caregiver tahu apa yang harus dilakukan untuk menyemangati dan dijelaskan pada si kecil nantinya. Pastikan orang tua juga sudah memilih rumah sakit terbaik, yang kiranya sangat kompeten dalam merawat pasien anak kanker.

Selain itu, hal-hal berikut juga mungkin bisa dilakukan orang tua untuk menjaga kesehatan mental anak kanker:

  • Mengelola stres yang juga rentan dialami orang tua
  • Cari dukungan melalui komunitas, agar mendapatkan banyak support hingga menguatkan hati orang tua untuk menyemangati si kecil dalam melakukan perawatan kanker
  • Jangan ragu berdiskusi mengenai ketakutan yang orang tua alami pada dokter maupun psikolog
  • Tidak menutup-nutupi kondisi medis anak, terhadap anak itu sendiri. Jawablah semua pertanyaan anak dengan penjelasan yang mudah dipahami, jelaskan pula rangkaian prosedur yang nantinya anak akan hadapi dengan lebih tenang
  • Jelaskan mengenai dampak yang mungkin timbul akibat pengobatan
  • Minta bantuan ahli, seperti psikolog apabila dibutuhkan.

Karena kanker bisa memengaruhi segala aspek, termasuk kesehatan mental anak, maka Tyas Amalia selaku ketua Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia, menyampaikan bahwa dukungan berbagai pihak sangat penting untuk mengatasi hal ini. Pihak disini nggak hanya orang tua ataupun caregiver saja, namun pihak-pihak lain yang juga menangani kanker pada anak seperti tenaga medis dan pekerja sosial profesional dalam kebutuhan keseharian.

Hadirnya Pita Kuning, sejak tahun 2016 hingga sekarang juga masih terus memberikan dukungan dan pendampingan khusus berupa psikososial holistik yang berkelanjutan. Nggak cuma untuk anak-anak pejuang kanker, namun juga untuk orang tua, ataupun caregiver.

Pita kuning juga berperan untuk memberikan asesmen fisik dan psikologis, advokasi, sosialisai hingg menjembatani hubungan pasien/caregiver pada psikolog dan psikiater. Tujuannya, semata-mata demi mendukung kelancaran dan mengurangi dampak kesehatan mental anak kanker, agar bisa menjalankan pengobatan medis dengan maksimal dan berhasil melawan kanker.

Follow Ibupedia Instagram