Keluarga

Begini Cara Daniel Mananta Lindungi Anak Dari Isu LGBT Di Sekolah

Begini Cara Daniel Mananta Lindungi Anak Dari Isu LGBT Di Sekolah

Melalui kanal Youtubenya, Daniel Mananta baru-baru ini mengungkap pengalamannya menemukan toilet dengan gender netral di sebuah sekolah bertaraf internasional. Daniel Mananta mengaku kaget sekaligus khawatir, lantaran perkembangan isu LGBTQ sudah memasuki lingkungan pendidikan anak.

Tentu saja, sejak diunggah video tersebut ramai diperbincangkan, terutama bagi para orang tua yang ingin melindungi anak mereka dari isu LGBTQ. Perlu diketahui, mengutip American Psychology Association, istilah gender mengacu pada sikap, perasaan, dan perilaku seseorang yang diasosiasikan dengan jenis kelamin biologis seseorang di sebuah lingkungan sosial. 

Artinya, pemahaman dan penerimaan terkait gender itu sendiri, dapat berbeda antara satu kelompok sosial dengan kelompok lainnya. Hal inilah yang menyebabkan isu terkait LGBTQ masih menuai pro dan kontra, hampir di seluruh masyarakat dunia.

Sehingga, sangat wajar apabila Daniel Mananta berani speak up tentang masalah ini ke publik. Daniel Mananta juga tak segan membagikan tips dan cara melindungi anak dari dari isu LGBTQ dengan bijak. Berikut penjelasan lengkapnya.

Memahami makna istilah gender netral

Dalam tayangan podcastnya, beberapa kali Daniel Mananta menyinggung perihal istilah gender netral. Ibu dan Ayah pun mungkin sudah sering mendengar istilah tersebut. Namun, apa yang sebenarnya dimaksud dengan gender netral? Apakah keberadaannya benar-benar ada di Indonesia?

Menurut Dr. Irwan Martua Hidayana, seorang dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), istilah gender netral umumnya menggambarkan individu yang tidak mengidentifikasi dirinya secara nyata sebagai laki-laki atau perempuan. Konsep gender netral berbeda dari jenis kelamin yang dimiliki sejak lahir, maupun orientasi seksual seseorang.

Artinya, ketika seseorang mengklaim dirinya adalah gender netral maka ia akan mengekspresikan gendernya dengan cara yang "unik". Dikutip dari WebMD, ekspresi gender mengacu pada cara seseorang menyampaikan gender secara lahiriah melalui hal-hal seperti pakaian, potongan rambut, suara, atau perilaku yang menentang gagasan bahwa hanya ada dua peran gender yang tetap.

Cara melindungi anak dari issu LGBTQ ala Daniel Mananta

1. Dampingi anak dalam proses pencarian jati dirinya

Di tengah kesibukannya sebagai pencari nafkah keluarga, Daniel Mananta membuktikan keseriusannya mendampingi sang anak dalam proses pencarian jati dirinya. 

Terbukti, ia sampai melakukan survei untuk menemukan lembaga pendidikan yang sesuai dengan nilai yang dijunjung di dalam keluarganya. Daniel Mananta dalam video tersebut bahkan mengaku, enggan menyekolahkan sang anak di sekolah yang menyediakan toilet gender netral tersebut.

Perlu diketahui, pencarian jati diri seorang anak tidak hanya berlangsung di usia remaja. Menurut American Academic of Pediatrics, identitas gender pada seorang anak berkembang secara bertahap, dimulai sekitar usia dua tahun. 

Pada usia tersebut umumnya anak mulai menyadari perbedaan fisik laki-laki dan perempuan. Kemampuannya dalam mengenali identitas gender akan berkembang seiring pertambahan usianya.

Namun demikian, anak-anak cenderung mempelajari perilaku gender dari lingkungan sosialnya. Di sinilah preferensi dan pemahaman terkait jati diri seorang anak akan terbentuk. 

Oleh karena itu, apa yang dilakukan Daniel Mananta sebagai orang tua adalah hal yang wajar. Memilih sekolah sesuai dengan nilai yang dianut merupakan langkah tepat untuk melindungi anak dari isu LGBTQ.

2. Cara menjawab pertanyaan anak seputar isu LGBTQ

Nah, Ibu dan Ayah tentu penasaran bagaimana cara bijak menjawab pertanyaan anak seputar isu LGBTQ, bukan? Terlebih jika ia sudah berada di usia yang lebih besar, rasa ingin tahunya tentu juga akan bertambah. 

Alih-alih menghindari pertanyaan tersebut, Ibu dan Ayah bisa memberikan jawaban yang sesuai dengan usia anak. Misalnya, jika si kecil berusia 4 tahun dan ia menanyakan tentang teman perempuannya yang berambut pendek. 

Pertanyaan ini tentu wajar karena bagi anak seusianya, perempuan diasosiasikan dengan rambut panjang. Ibu dan Ayah bisa memberi jawaban yang sederhana dan mudah dipahami si kecil. Cobalah untuk menekankan jawaban bahwa setiap orang memiliki kebebasan menata gaya rambutnya.

Sebaliknya, jika pertanyaan tersebut muncul dari anak-anak usia remaja, maka Ibu dan Ayah bisa memberikan jawaban yang lebih kompleks. Terlebih jika anak mulai menyimpulkan perempuan berambut pendek adalah lesbian, sementara laki-laki berambut gondrong adalah gay. 

Dalam situasi ini, Ibu dan Ayah wajib menjelaskan bahwa gaya rambut tidak bisa menjadi tolak ukur dalam menilai identitas gender seseorang.

3. Ajarkan pendidikan agama sejak dini

Daniel Mananta juga setuju bahwa, mengajarkan pendidikan agama dan norma pada anak sejak dini tampaknya menjadi salah satu langkah tepat dalam melindungi anak dari isu LGBTQ. Terlebih hampir di semua ajaran agama pandangan tentang LGBTQ mendapat penolakan tegas. 

Apalagi, menurut Daniel Mananta, hal ini berkaitan dengan keberadaan LGBTQ yang sangat bertentangan dengan norma masyarakat. Selain itu, membangun hubungan harmonis dan menjaga komunikasi di dalam keluarga juga penting, sehingga anak tidak sampai berada di jalan yang "salah". 

Daniel Mananta juga mengungkapkan, anak yang dekat dengan orang tua tidak mungkin mencari perhatian dari tempat atau orang yang mungkin bisa memberi dampak buruk terhadap proses pencarian jati dirinya. Sehingga terkait agama dan perhatian orang tua ini sangat penting perannya untuk melindungi anak dari isu LGBTQ.

Semoga dengan viralnya podcast Daniel Mananta tentang isu LGBTQ yang mulai memasuki anak di bawah usia, bisa meningkatkan kewaspadaan Ibu dan Ayah sebagai orang tua. Pastikan untuk selalu mendampingi anak-anak di setiap proses kehidupannya. Dengan begitu, anak tidak mudah terjerumus pada lingkungan pergaulan yang salah.

Editor: Aprilia