Keluarga

Hindari 5 Penyebab KDRT Selama Belajar dari Rumah Ini

Hindari 5 Penyebab KDRT Selama Belajar dari Rumah Ini

Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan munculnya beberapa berita tentang anak-anak yang mengalami kekerasan di rumah selama sesi belajar dari rumah. Ada kasus kematian seorang anak SD berusia 7 tahun akibat dianiaya karena ibunya kesal sang anak tidak kunjung mengerti penjelasan materi belajar dari rumah melalui sistem daring. Kasus tersebut menyebutkan bahwa sang Ayah yang mengetahui anaknya menjadi korban kekerasan pun tidak mengambil langkah cepat saat sang anak sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan kesadaran, hingga akhirnya meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Mirisnya lagi, bukannya melanjutkan perjalanan ke rumah sakit, orang tua korban justru menguburkan anak mereka dengan pakaian seadanya di sebuah tanah pemakanan.

Aksi tindak kekerasan oleh orang tua saat belajar dari rumah lainnya pun tak sedikit menyita perhatian. Paling sering ditemukan adalah kasus anak dibentak, disalahkan, hingga mengalami kekerasan fisik seperti dicubit atau dipukul baik dengan tangan atau dengan benda.

Adanya keharusan masyarakat untuk tetap di rumah selama pandemi dan sistem pembelajaran yang diubah menjadi daring membuat orang tua memiliki tugas tambahan yaitu mendampingi anak belajar dari rumah. Tugas yang menumpuk, ditambah masalah finansial yang kian rumit membuat orang tua, utamanya Ibu menjadi stres. Mereka yang terbiasa menyerahkan pendidikan pada guru, kini harus menjadi guru sendiri untuk putra-putrinya. Karena tidak terbiasa itulah malah anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Pemicu kekerasan dalam rumah tangga oleh orang tua pada anak ada beberapa macam, di antaranya:

  1. Waktu yang Seolah Tidak Cukup

    Dengan banyaknya hal yang harus dikerjakan di rumah, membuat orang tua merasa waktu selalu kurang. Seringkali hari tiba-tiba beranjak malam saat beberapa pekerjaan belum selesai dilakukan. Pekerjaan utama saja banyak yang belum selesai, lalu ditambah dengan keharusan mendampingi putra-putrinya belajar dari rumah dengan sistem daring. Bisa saja orang tua tidak menguasai materi untuk anak sehingga orang tua pun jadi stress sendiri. Merasa dirinya tidak mampu, lalu anak juga tidak kunjung mengerti materi yang sedang dipelajari. Padatnya kesibukan Ibu membuat orang tua jadi rentan stress dan melampiaskan kekesalannya pada anak.

  2. Kurang Pemahaman Diri

    Orang tua yang stress biasanya dipicu dari kurangnya memahami dirinya sendiri. Mereka tidak paham bahwa sebelum memberi cinta pada anak, mereka sendiri perlu mencintai diri sendiri. Dengan mencintai diri mereka, akan lebih mudah bagi orang tua untuk bersabar dan memberikan cinta pada anak-anak mereka.

  3. Masalah keuangan

    Pandemi berdampak cukup hebat pada segi ekonomi hampir di semua lapisan masyarakat. Masalah keuangan tentu berperan dalam memicu stress orang tua yang mendampingi anak belajar dari rumah. Dengan segala beban pikiran untuk berhemat di tengah pandemi, diiringi kebutuhan hidup yang masih harus dipenuhi, menjadikan orang tua mudah marah dan kesal pada keadaan. Apalagi saat disulut oleh tingkah laku anak yang tidak sesuai di hati orang tua. Bukan tidak mungkin mengalami burnout yang berdampak pada anak, kan?

  4. Kurangnya Koordinasi dengan Pasangan

    Orang tua yang mengalami stres saat anak belajar dari rumah besar kemungkinannya tidak memiliki manajemen hubungan yang baik dengan pasangan. Sebagai Ibu, misalnya, yang sering diidentikkan sebagai orang yang paling wajib mengasuh anak, tentu akan semakin tertekan karena ia juga harus mengurus rumah dan seabrek pekerjaan lain. Tidak adanya kerja sama dari pasangan untuk membantu mengurus rumah atau mendampingi anak belajar dari rumah membuat para Ibu rentan stress.

  5. Stigma Masyarakat tentang Nilai Jelek

    Adanya stigma masyarakat tentang anak yang memiliki prestasi buruk di sekolah semakin menekan orang tua untuk membuat anak mereka sesuai “standar”. Sayangnya, saat anak kesulitan memahami materi belajar dari rumah, orang tua bukannya mencari cara belajar yang lebih menyenangkan, malah terpicu untuk melakukan kekerasan pada anak.

Dari hal-hal tersebut, akhirnya banyak orang tua yang stress menemani anak belajar dari rumah. Mereka berkilah bahwa anak mereka bodoh atau tidak kunjung memahami pelajaran. Padahal sebenarnya, ada banyak cara yang bisa orang tua lakukan untuk membuat anak lebih enjoy belajar dari rumah dan mudah memahami materi yang diberikan. Untuk mengatasi stress berlebihan saat mendampingi anak belajar dari rumah, Ibu dan Ayah bisa mengikuti tips di bawah ini ya:

  • Cintai Diri Sendiri

    Cintai diri sendiri terlebih dahulu agar hati lebih tenang dan rileks saat berhadapan dengan banyak pekerjaan dan tantangan saat mendampingi anak belajar dari rumah. Jika Ibu sudah mencintai diri sendiri, Ibu akan selalu punya waktu untuk meluangkan waktu sebentar demi melepas stress, bersantai sejenak sambil minum minuman kesukaan dan melakukan hal yang disuka meski tidak lama. Dengan sendirinya akan mudah mengatur waktu atau memiliki me time. Sisihkan juga waktu untuk me time sebagai hadiah agar bisa mengembalikan energi yang terkuras untuk kegiatan rumah tangga.

  • Buat rencana kegiatan

    Siapa bilang rencana kegiatan hanya dibutuhkan oleh anak? Orang tuanya juga butuh, lho. Ibu hanya perlu membuat rencana kegiatan untuk 24 jam ke depan. Atur waktu agar setiap pekerjaan bisa selesai dan masih bisa meluangkan waktu untuk mendampingi anak belajar dari rumah.

  • Mendampingi belajar saat tenang

    Belajarlah tentang self healing yang bisa digunakan saat akan mendampingi anak belajar dari rumah meski pekerjaan rumah sedang banyak-banyaknya. Jika kondisi mental Ibu tenang saat mendampingi anak belajar, maka kemungkinan untuk marah-marah juga semakin kecil.

  • Bagi tugas dengan pasangan

    Pernikahan semestinya terbentuk dari kerja sama tim. Bukan Ayah membantu Ibu atau Ibu membantu Ayah. Tapi Ayah dan ibu bekerja sama mengurus rumah tangga dan anak-anak. Jika Ibu disibukkan dengan kegiatan mengurus rumah, Ayah bisa mendampingi anak bermain, atau belajar dari rumah. Jika anak memilih untuk didampingi Ibu, maka Ayah bisa menggantikan peran Ibu mengurus rumah.

  • Buat suasana belajar yang menyenangkan

    Anak akan lebih semangat belajar saat hatinya juga senang. Penting bagi Ibu untuk mengetahui apa kesukaan anak yang bisa digunakan sebagai booster semangatnya. Misalnya dengan menyediakan cemilan kesukaan sambil belajar, atau membuat materi belajar yang dimodifikasi jadi lebih menyenangkan.

  • Hindari menekan anak

    Agar anak juga tak ikutan stres, hindari menekan anak. Bersikap tegas memang diperlukan secukupnya, tapi kalau terlalu intens dan cenderung menekan, anak juga akan cenderung menolak orang tua. Termasuk menolak untuk memahami materi belajar dari rumah.

  • Atur emosi dan lakukan self healing

    Tahukah Ibu bahwa melakukan kekerasan pada anak itu sesuatu yang adiktif atau membuat ketagihan? Selain karena amarah jadi tersalurkan, anak juga jadi langsung menurut karena takut. Sehingga ini membuat orang tua membenarkan kekerasan sebagai jalan pintas membuat anak menurut. Padahal dampaknya jauh lebih buruk dari itu. Anak jadi kurang percaya diri, trauma terhadap orang tuanya, merasa tidak dicintai, dan yang paling buruk adalah menyimpan memori buruk seumur hidupnya yang untuk selanjutnya ia teruskan pada generasi berikutnya.

    Ibu dan Ayah perlu mengatur emosi dengan lebih baik dan mengambil jeda dengan tarik napas dalam sebelum mulai marah. Bisa juga ditambah dengan menghitung 1-10 atau sampai orang tua bisa tenang.

  • Sesuaikan ekspektasi

    Mengapa menurunkan ekspektasi itu perlu? Karena setiap orang tua pasti ingin anaknya memiliki nilai dan prestasi yang bagus di semua bidang. Padahal tidak semua anak menguasai satu mata pelajaran sebaik anak lainnya. Setiap anak memiliki bidang keunggulannya masing-masing. Bukan tidak mungkin anak akan mengalami kesulitan belajar di bidang studi tertentu dan itu bukanlah kesalahan anak. Berdamailah dengan diri Ibu sendiri untuk memahami bahwa kekurangan anak seharusnya dilengkapi dengan pendampingan yang tepat, bukannya kekerasan saat mendampingi belajar dari rumah.

Mengelola emosi sebagai orang tua bisa Ayah dan Ibu lakukan sebelum menghadapi rutinitas baru selama pandemi dan mendampingi anak belajar dari rumah. Tidak hanya dalam mendampingi belajar, mendampingi anak di masa-masa kehidupannya pun perlu didasari oleh keikhlasan dan pengelolaan stres yang baik. Perkaya diri dengan ilmu mengelola emosi atau berkonsultasi dengan ahli juga tidak ada salahnya kok. Harapannya, orang tua dapat menjadi tempat aman yang bisa anak andalkan di masa-masa sulit, bukan malah menjadi toxic parent yang melakukan tindak kekerasan dalam mendampingi anak belajar dari rumah.

Penulis: Dwi Ratih