Keluarga

Inilah 7 Pelajaran Berharga dari Drama Korea Start Up

Inilah 7 Pelajaran Berharga dari Drama Korea Start Up

Drama Korea Start-Up yang tayang di TVN sukses merebut hati penonton dengan jalan cerita yang fresh dan inspiratif. Drama Korea Start Up berfokus pada perjuangan muda-mudi yang sedang super passionate mengejar cita-cita. Rela kurang tidur, berkompetisi, dan fokus pada tujuan walau kerap gagal. Tentu, sambil tak kehilangan bumbu romansa yang manis dan nggak lebay ala drama korea.

Tokoh utama di Drama Korea Start Up adalah Seo Dal-Mi yang diperankan oleh Suzy Bae. Ada pula Nam Joo Hyuk (Nam Do-san), Kim Seon Ho (Han Ji Pyeong), dan Kang Han Na (Won In Jae). 

Latar utama Drama Korea Start Up ini bertempat di Sandbox, gedung kantor rintisan yang digambarkan sebagai Silicon Valley-nya Korea Selatan. Cerita berkisar tentang persaingan agar bisa bertahan di Sandbox dan tentunya perjuangan mengembangkan bisnis agar bisa menarik investor. Namun, ternyata nggak cuma soal bisnis lho pelajaran berharga yang bisa kita dapatkan dari Drama Korea Start Up ini. Ada banyak sekali insight yang relevan dengan kehidupan kita dan bisa kita ambil pelajaran darinya. Di antaranya:

  1. Kritik Pedas Orang Tua bisa Membuat Anak Jadi Minder

    Kok bisa ya anak yang masa kecilnya juara olimpiade matematika dan sempat disebut jenius karena masuk kuliah di usia muda pas dewasa malah jadi pribadi minder dan lack of self esteem? Bisa dong. Ini persis yang dialami oleh Do-san di Drama Korea Start Up karena tertekan selalu dibangga-banggain sama ayahnya. 

    Do-san takut bikin orang tuanya kecewa kalau tahu ternyata dia nggak bagus-bagus amat. Takut gagal memenuhi ekspektasi. Bahkan, kadang takut menunjukkan kecerdasannya karena nanti orang lain sedih, persis seperti flashback saat Do-san mutusin untuk sengaja bikin jawaban salah di papan tulis.

    Wajar jika Do-san memilih menyabotase kemampuan dirinya karena berbagai ketakutan yang berakar dari ekspektasi berlebihan sang Ayah. Tapi yang paling bikin sedih, saat Do-san beranjak dewasa dan terbiasa dianggap pecundang karena gagal mengembangkan bisnisnya, sang Ayah makin sibuk mengkritisi sampai hal-hal terkecil.

    Udah minder, merasa gagal, diejekin mulu pula. Duh, apes. Hati penonton pun ikut tersayat saat Do-san protes ke ayahnya kenapa sih kok apa-apa yang dia lakukan selalu salah. Kenapa kok susah betul untuk bikin sang Ayah puas? Apa harus jadi presiden Korea Selatan biar ayahnya bangga sekali aja?

    Hal ini jadi bukti bahwa ekspektasi orang tua itu sungguh bisa bikin karakter anak terombang-ambing dan bikin anak nggak punya rasa percaya diri. Sayang banget kan kalau kejeniusan anak justru tersabotase karena omongan yang nyelekit di masa kecil dan terbawa hingga dewasa?

  2. Kegigihan Mengalahkan Gelar

    Meski Dal-Mi sepintas seperti karakter heroine mainstream drama korea: melarat (tapi rumahnya bagus) dan drop out kuliah karena sibuk kerja part time, Dal-Mi menunjukkan kegigihan sempurna yang mengalahkan orang-orang dengan gelar mentereng yang ingin masuk Sandbox.

    Jarang kita lihat Dal-Mi rebahan sambil main handphone. Hidupnya dipakai buat istiqomah bekerja dan begadang belajar di malam hari sampai-sampai mengirim 465 pertanyaan ke mentornya, Han Ji Pyeong.

    Meski nggak bakat programming atau desain, Dal-Mi bisa jadi CEO dengan kemampuan leadership yang tinggi. Leadership di sini bukan hanya asal berorasi dan ngatur-ngatur orang ya. Butuh kecerdasan emosi, kemampuan berpikir jernih, kritis melihat beberapa langkah ke depan, dan berani membuat keputusan yang dirasa tepat walau mungkin bikin orang marah. Seperti saat pembagian saham, Dal-Mi tahu pasti bahwa masa depan start up-nya lebih penting daripada bikin semua anggota tim senang dengan pembagian saham yang merata. 

    Berkat giat belajar dan kritis mengobservasi sekitarnya, Dal-Mi cukup uptodate sama hal-hal terkini. Buktinya dia masuk jajaran 50 CEO waktu hackathon. Fix nggak cuma modal cantik doang.

  3. Women Empowerment di Drama Korea Start Up

    Coba deh bandingkan dengan drakor bertema perkantoran lainnya seperti "Misaeng", "Radiant Office", atau "Hyena" yang didominasi oleh laki-laki di jajaran petingginya. Tentu kita cukup familier dengan adegan meeting besar dari meja ujung ke ujung isinya bapak-bapak yang kalau ada perempuan bicara malah berdehem meremehkan.

    Kultur patriarki di Korsel yang kuat tidak tampak di Drama Korea Start Up. Terbukti banyak CEO-nya justru perempuan. Mulai dari In-Jae, Dal-Mi, hingga CEO Sand Box sendiri. Karakter perempuan di Drama Korea Start Up tidak ditampilkan secara lemah atau mudah diintimidasi. Bahkan ibu Dal-Mi yang memilih menikahi pria kaya pun cukup berdaya dan punya posisi di depan suami keduanya yang misoginis itu.

  4. Kemampuan Menerima Kritik itu Penting!

    Entah sebagus apa kemampuan desain Jung Sa-Ha sampai bikin Dal-Mi berlutut. Tapi rasanya kita semua bisa sepakat kalau karakter Jung Sa-Ha yang seenaknya menolak panggilan Dal-Mi dan kerja semaunya ini memang menyebalkan: attitude-nya miris.

    Dal-Mi pun bersikap kharismatik, tegas, dan fair enough saat membagikan dokumen saham yang membuat Jung Sa-Ha harus mengubah sikapnya jika masih mau bekerja di Samsan Tech atau dikeluarkan. Either you follow my lead, or you are out. Itu membuktikan bahwa kecerdasan saja tidak cukup membuatmu punya daya tawar tinggi.

    Melalui Drama Korea Start Up, kita belajar bahwa sangat diperlukan kemampuan bersosialisasi, adaptasi, dan empati yang oke kalau mau kerja dalam team. Lagipula, apa enaknya sih bekerja dengan orang yang bikin mood turun karena dikit-dikit sewot dan kalau dikasih tahu malah melipir? Untung saja Jung Sa-Ha mau menerima kritik dan mengikuti aturan yang dibuat. Walau raut mukanya masih suka sinis, makin ke sini karakternya makin manis saat Sa-Ha lebih sering duduk di kantor (nggak mangkir kerja dan nongkrong di kafe lagi) serta ikut berkontribusi dalam tim Samsan Tech.

  5. Skill Menentukan Posisi, Jangan Memaksakan Diri Jika Bukan Bidangmu

    Lewat Drama Korea Start Up, kita berkenalan dengan istilah dunia rintisan seperti CEO dan CTO (Chief Technology Officer). Sepintas rasanya memang nggak adil kenapa Do-San yang membangun Samsan Tech dari awal malah nggak jadi CEO. Nyatanya, justru selama ini Samsan Tech nggak berkembang karena Do-San belum punya skill bargaining dan persuasi yang oke untuk membujuk investor.

    Masih ingat kan saat tim Do-San memenangkan kompetisi CODA dan untuk pertama kalinya kantor Samsan Tech mendapatkan investor? Sayangnya dari sekian banyak investor itu keburu mundur saat Do-San gagal menjabarkan skema bisnisnya. Teknologinya memang superb, tapi dia belum bisa menjelaskan cara mengaplikasikan algoritmanya dalam bentuk cuan. Wajar kalau investor jadi kehilangan semangat. Ada sih yang semangat banget, tapi ujung-ujungnya ya mau nilep teknologi Samsan Tech.

    Dari situ terlihat bahwa Do-San kurang peka dalam hal sales strategy. Ya namanya juga programmer, sehari-hari di depan layar komputer, mana sempat berlatih jualan produk?

    Untung ada Dal-Mi yang rajin membaca buku model “How to be a CEO” dan menunjukkan kebolehannya saat presentasi di Hackathon. Akhirnya Do-San pun legowo menyerahkan posisi CEO pada Dal-Mi yang memang punya skill di bidang kepemimpinan dan memilih menjabat sebagai CTO dari Samsan Tech.

    So, kenali skill-mu sebelum memilih posisi yang tepat. Menyadari kelemahan diri itu sejatinya kelebihan luar biasa lho. 

  6. Memiliki Hobi

    Nggak salah kalau Drama Korea Start Up bikin penonton jadi ingin belajar merajut. Pasalnya, saat pikiran Do-San sedang semrawut, ia selalu merajut benang dan bikin aneka prakarya. Saking cintanya dengan hobi ini, Do-San bahkan ikut ekskul merajut saat kuliah yang kemudian mempertemukannya dengan Yong-San dan Chul-San.

    Nggak hanya bantu meluruskan pikiran, punya hobi juga bisa bantu mengatur emosi lho. Di episode 8, Do-San berkata setiap dia kesal, dia selalu membayangkan memukul orang saat sedang merajut, alhasil dia nggak pernah marah hingga disebut sebagai Living Buddha. Walau hal ini kemudian terbantahkan saat Do-San lepas kendali dan membanting papan nama kaca Ayah tiri Dal-Mi. Tapi setidaknya, hobi merajut Do-San membawa dia pada ide-ide besar seperti aplikasi teknologi AI untuk membantu orang-orang dengan masalah penglihatan. 

  7. Jujur dengan Perasaan 

    Jagat Twitter dan Instagram kembali terpecah belah dengan hasil polling tim Do-San atau tim Ji-Pyeong. Drama Korea Start Up terbukti sukses mengacak-acak emosi penonton hingga terbagi dalam dua kubu. Terlebih karena karakter Dal-Mi yang susah ditebak sebenarnya jatuh hati pada siapa?

    Baik main lead maupun second lead pria di Drama Korea Start Up memang punya pesona tersendiri. Ada Ji Pyeong yang tajir, perhatian, dan rada galak. Ada Do-san yang innocent, ramah, dan nggak takut mengakui perasaannya.

    Sepintas kubu-kubuan soal asmara ini mengingatkan penonton pada drakor Reply 1988. Hingga 5 tahun sejak penayangannya, penonton masih belum move on dari tim Jung Hwan dan tim Taek.  Berkaca dari pengalaman menonton Reply 1988, biasanya yang to the point dan jujur pada perasaannya akan memenangkan hati tokoh utama perempuan. Tapi ya masa second lead kalah mulu? Mari berdoa semoga Ji-Pyeong diberi keberanian untuk nggak melewatkan timing dan jujur pada perasaannya like a true gentleman. Ngomong-ngomong, pembaca tim siapa nih?

Itu dia beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari Drama Korea Start Up. Berhubung episodenya masih on going, tentu akan ada lebih banyak pelajaran yang bisa kita petik. Tak bisa dimungkiri kalau Drama Korea Start Up mampu memotivasi penontonnya untuk bekerja lebih giat dan meraih ambisinya dengan cara-cara kreatif.

Ayo semangat mengejar cuan seperti jargon Do-san; money money money!

Penulis: Yusrina
Editor: Dwi Ratih