Balita

10 Cara Mendisiplinkan Anak dengan Disiplin Positif

10 Cara Mendisiplinkan Anak dengan Disiplin Positif

Bicara soal mendisiplinkan anak, mungkin banyak orang akan mengasosiasikannya dengan hukuman. Orangtua zaman dulu lebih sering mendisiplinkan anak dengan cara menghukumnya, entah dengan mengurung anak di kamar mandi, memukulnya menggunakan sapu, menguncinya di gudang, atau menjemurnya di bawah matahari. Harapannya agar anak tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan sebelumnya.

Mendisiplinkan anak dengan cara menghukumnya mungkin memang terlihat efektif, tapi biasanya efeknya hanya bisa dirasakan jangka pendek. Anak memang jadi takut mengulangi kesalahannya, tapi justru rasa takut itu dapat mendorong anak untuk berbohong dan tidak terbuka kepada orangtuanya. Akibatnya, anak jadi tidak mempercayai orangtuanya sendiri sehingga bisa menimbulkan jarak di antara keduanya.

Alternatif cara mendisiplinkan anak yang tidak perlu melibatkan hukuman adalah dengan menerapkan disiplin positif. Bisa dibilang, disiplin positif ini merupakan kebalikan dari mendisiplinkan anak dengan menghukumnya. Alih-alih menggunakan hukuman, disiplin positif lebih mengutamakan komunikasi dan membangun diskusi dengan anak. Jika anak bersalah, orangtua akan mengajak anak bicara baik-baik, menanyakan bagaimana perasaannya, mendiskusikan kesalahan dan masalah mereka secara terbuka.

Disiplin positif selain dapat membuat anak menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi, juga dapat membantu memperkuat hubungan antara orangtua dan anak, mengajarkan anak menghadapi masalah tanpa ancaman, teriakan, atau hukuman fisik, dan menanamkan beragam nilai penting kehidupan. Cara mendisiplinkan anak satu ini akan sangat bermanfaat untuk mereka kelak ketika dewasa, saat berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas.

American Academy of Pediatrics (AAP) memaparkan sejumlah tips untuk menerapkan disiplin positif dalam kehidupan sehari-hari. Ibu dan Ayah juga bisa lo mencobanya pada anak-anak. Simak penjelasannya berikut:

  1. Tunjukkan dan beritahu anak hal yang salah dan benar

    Mendisiplinkan anak dengan cara tradisional seringkali mengutamakan emosi ketimbang pikiran. Saat anak melakukan kesalahan, orangtua akan langsung memarahi anak tanpa menjelaskan mana hal yang benar dan mana yang salah. Padahal cara tersebut akan kurang efektif. Sebaliknya, ajari anak tentang hal-hal baik yang boleh ia lakukan, dan mana pula yang tidak boleh ia lakukan, dengan cara penyampaian yang lembut dan perlahan. Ibu dan Ayah juga perlu menjadi role model dengan mencontohkan perilaku baik itu di kehidupan sehari-hari.

  2. Jelaskan konsekuensi atas perilaku tertentu

    Selain memberitahu hal yang benar dan salah, jelaskan juga konsekuensi ketika anak melakukan perilaku tertentu. Seringkali anak melakukan hal buruk karena ia belum paham atas konsekuensinya. Misalnya anak suka merebut mainan dari temannya, orangtua bisa menempatkan anak pada posisi teman yang direbut mainannya itu. Jelaskan kalau temannya bisa sedih, dan coba juga menanyakan ke anak bagaimana perasaannya jika ia menjadi temannya. Ingat untuk menyampaikannya dengan lemah lembut ya, Bu.

  3. Tetapkan batasan

    Banyak anak berperilaku buruk karena orangtuanya tidak menerapkan batasan-batasan yang bisa dimengerti anak. Tetapkan batasan dengan jelas yang tentunya menggunakan bahasa atau penyampaian yang mudah dimengerti, sesuai usianya. Misalnya saat ingin berkunjung ke rumah orang, jelaskan kepada anak kalau ia tidak boleh menyentuh barang-barang yang bukan miliknya. Atau misalnya saat akan pergi ke taman bermain, beritahu anak kalau ia boleh bermain sepuasnya kecuali permainan yang terlalu tinggi.

  4. Dengarkan mereka

    Menjadi pendengar yang baik juga termasuk cara mendisiplinkan anak. Anak membutuhkan pendengar yang baik supaya mau terbuka. Kita saja yang orang dewasa akan merasa lebih nyaman bercerita kepada orang yang mau mendengarkan dan tidak menghakimi. Begitu pula dengan anak. Mereka akan lebih mudah mengungkapkan perasaannya jika orangtuanya mau mendengarkan. Tentunya mendengarkan seutuhnya ya, Bu, tidak sambil memegang HP atau menatap layar laptop. Biarkan anak cerita sampai selesai, baru Ibu atau Ayah bisa memberi solusi.

  5. Beri mereka perhatian

    Semua anak menginginkan perhatian orangtuanya. Bila Ibu ingin mendisiplinkan anak, terlebih dahulu beri mereka perhatian. Karena bisa jadi perilaku buruknya itu dilakukan hanya untuk menarik perhatian orangtuanya. Anak yang mendapatkan perhatian cenderung akan lebih mudah diarahkan.

  6. Puji perilaku baik anak

    Cara mendisiplinkan anak yang lain adalah dengan menegaskan setiap perilaku baik dan buruk yang dilakukan anak. Maksudnya ketika anak berperilaku baik, misalnya membereskan mainannya sendiri tanpa disuruh, Ibu bisa memuji anak dan mengucapkan terima kasih. Dengan begitu anak akan belajar bahwa perilaku tersebut positif dan bisa membuat ia dihargai. Lalu ketika anak melakukan kesalahan, misalnya dengan sengaja menumpahkan air minumnya ke lantai, Ibu bisa menegur dengan perlahan.

  7. Mengabaikan perilaku buruk anak

    Mengabaikan juga bisa jadi salah satu cara mendisiplinkan anak yang efektif. Selama perilakunya tidak membahayakan dan ia sudah mendapat banyak perhatian untuk setiap perilaku baiknya, mungkin Ibu juga bisa sesekali mengabaikan anak ketika ia terus-menerus mengulangi perilaku buruk. Misalnya saat anak terus menjatuhkan makanannya dengan sengaja, Ibu bisa mengabaikan. Atau ketika ia melempar-lempar mainan, Ibu tak perlu membentaknya. Dengan begitu, anak akan memahami konsekuensi atas perbuatannya sendiri. Saat makanannya jatuh, ia jadi tidak lagi memiliki makanan untuk dimakan. Saat mainannya dilempar dan rusak, ia jadi tidak bisa memainkannya lagi. Nantinya anak akan belajar untuk tidak menjatuhkan makanan atau melempar mainannya.

  8. Bersiap atas situasi yang mungkin membuat anak berperilaku buruk

    Ini maksudnya adalah dengan mempersiapkan plan A, B, atau C di setiap situasi. Misalnya saat Ibu ingin mengajak anak menghadiri acara penting, tentu ada kemungkinan anak bosan sehingga bisa memicu tantrum atau perilaku buruk lainnya. Untuk mengantisipasi hal ini, Ibu bisa membawakan anak buku atau mainan kesukaannya. Siapkan juga cemilan jika anak lapar sebelum jam makannya tiba. Intinya, antisipasi setiap hal yang mungkin terjadi, dan persiapkan juga solusinya.

  9. Temukan aktivitas menarik saat anak mungkin membuat jengkel

    Perilaku buruk anak bisa muncul ketika anak bosan. Rentang perhatian anak memang masih pendek, jadi wajar saja jika ia cepat bosan. Saat hal ini terjadi, alihkan mereka ke aktivitas lain yang lebih menarik. Misalnya saat anak masih balita dan memegang benda tajam, beri mainan lain yang bisa menarik perhatiannya. Bila tidak berhasil, bawa ke ruangan lain atau pergi ke luar untuk mengalihkan perhatiannya.

    Untuk anak yang lebih besar, beritahu mereka apa yang bisa ia lakukan daripada memberitahu apa yang tidak bisa mereka lakukan. Misalnya saat anak main game terus, alih-alih melarangnya main game, Ibu atau Ayah bisa mengajaknya pergi bermain ke luar, atau mengerjakan teka-teki. Tetap fokus pada hal positif untuk mengurangi banyak pertengkaran dan perilaku menantang.

  10. Gunakan satu kata sebagai perintah dibanding terlalu banyak menggunakan “jangan”

    Daripada meneriaki anak dengan kalimat panjang seperti; “Jangan lari-lari nanti terpeleset!”, “Jangan merebut mainan adek!”, “Jangan buka tutup kulkas!”, lebih baik gunakan satu kata saja sebagai perintah; “Jalan”, “Bagikan”, “Tutup”. Tentunya kata-kata singkat, padat, jelas itu harus disampaikan dengan nada santai. Dengan pengingat lembut ini, anak tidak akan merasa tertohok, melainkan mengingat apa perilaku yang pantas.

    Namun, bukan berarti kata “jangan” sama sekali tidak boleh digunakan ya, Bu, karena biar bagaimanapun kata ini termasuk kata universal yang sulit dihindari sepenuhnya. Ibu dapat menyimpan kata “jangan” untuk sesuatu yang sifatnya penting dan berbahaya, yang berhubungan dengan keselamatan. Misalnya saat anak tiba-tiba meraih pisau di meja, atau saat ia akan lompat dari tempat tidur.

Dilansir dari laman Very Well Family, metode mendisiplinkan anak dengan disiplin positif ini dapat diterapkan di segala usia, bahkan mulai bayi sampai anak berusia remaja. Untuk anak yang sudah dapat diajak berkomunikasi, berdiskusi adalah kuncinya. Dengarkan, berikan perhatian, dan bantu anak menemukan solusi atas setiap permasalahannya. Ajarkan dan contohkan perilaku baik yang perlu ia lakukan, dan ajarkan juga mana saja yang tidak boleh dilakukan.

Penulis: Darin Rania
 Editor: Dwi Ratih