Balita

Inilah 10 Tips Mengajarkan Anak Berbicara

Inilah 10 Tips Mengajarkan Anak Berbicara

Berkomunikasi adalah cara yang paling utama dalam menyampaikan maksud dan tujuan kepada orang lain. Tidak berbeda dengan orang dewasa, bayi dan anak-anak pun berkomunikasi untuk menyampaikan apa yang mereka rasa dan inginkan kepada orangtuanya. Namun bedanya, bayi memiliki caranya sendiri dalam berkomunikasi. Mereka menyampaikan sesuatu lewat bahasanya sendiri. Apakah bayi berkomunikasi dengan bicara layaknya orang dewasa? Ya, tapi dengan cara bicara yang berbeda.

Tiga tahun pertama adalah momentum bayi dan anak belajar bicara untuk mengkomunikasikan keinginannya. Bahkan, tangisannya yang pecah sesaat setelah bayi keluar dari rahim adalah caranya bicara untuk pertama kali. Tangisan bayi itulah yang mengisyaratkan bahwa si kecil sehat dan baik-baik saja.

Seiring berlalunya waktu, Ibu tentu berpikir untuk mengajarkan anak berbicara layaknya orang dewasa. Tapi harus mulai dari mana ya? Melansir dari laman WebMD bayi melalui tahapan-tahapan bicara yang runtut sejak lahir hingga usia 3 tahun seperti penjelasan di bawah ini:

  • Momen Kelahiran – 3 bulan

    Bayi memang akan lebih banyak tidur hingga usianya mencapai 3 bulan. Tetapi, saat ia tidur bukan berarti otaknya tidak bekerja. Ia akan mengingat apa saja suara dan bentuk kata yang banyak ia dengar dari sekitarnya. Pernah mengingat nasihat bijak yang mengatakan untuk menghindari bicara kasar dan kotor di dekat bayi, kan? Ini karena otaknya sudah mulai bisa merekam apa saja. Responsnya mungkin belum banyak, tapi jangan sepelekan apa yang sedang direkam otaknya ya.

    Nah, pada masa ini, mengajarkan anak berbicara sering membuat orangtua terlihat berbicara sendiri. Tetapi cara ini ternyata ampuh untuk menstimulasi otak si kecil. Ibu bisa banyak bercerita tentang apa saja yang sedang terjadi di sekitar, seperti “Wah, matahari pagi sudah muncul nih, kita berjemur dulu ya, Sayang”.  

    Ibu bisa memanfaatkan setiap aktivitas bersama si kecil sambil membicarakan banyak hal tentangnya. Bisa dengan memuji si kecil yang pandai menyusu atau wajahnya yang berseri-seri saat memandang Ibu.


  • Usia 3 bulan

    Rekaman yang bayi miliki selama 3 bulan pertama kehidupannya kini mulai bisa ia respons. Di antaranya adalah dengan menoleh saat mendengar suara musik yang familiar di telinganya, memperhatikan dengan saksama saat Ibu bicara, melihat ke arah benda yang sedang Ibu pegang, bahkan mengeluarkan suara “aaaaa… ooo…aaa”. Suara-suara ini bisa Ibu respons kembali dengan banyak kalimat sebagai bentuk mengajarkan anak berbicara, seperti “Oh... iya, Adik bisa jawab ya. Mau ikut nyanyi, ya?”

    Selain itu, biasanya bayi di usia ini lebih menyukai suara Ibu sebagai orang terdekat sejak dalam kandungan daripada Ayah. Tidak heran kalau saat bayi terbangun di malam hari, kebanyakan Ayah tidak berhasil menenangkannya kembali. Ini bukan berarti bayinya pilih-pilih ya. Tetapi tone suara Ibu terdengar lebih nyaman bagi bayi. Para Ayah tidak perlu khawatir, karena nanti ada saatnya ketika anak sudah lebih besar, lebih menyukai suara Ayah dibanding suara Ibunya.


  • Usia 6 bulan

    Di usia 6 bulan bayi sudah bisa mulai mengeluarkan suara seperti “mamam… mama… tata... dada...” dan sudah terampil menggunakan nada suara yang berbeda-beda untuk mengekspresikan suasana hatinya. Bahkan bayi usia 6 hingga 7 bulan sudah gemar berteriak gembira jika sedang senang atau berteriak marah saat sedang kesal dan mengantuk. Karena sudah mulai makan, bayi juga sudah bisa belajar bicara dengan cara bubbling untuk meminta atau menolak makanan. Mengajarkan anak berbicara juga bisa terus dilakukan di usia ini. Bentuk komunikasi seperti, “mau lagi buburnya?” atau “sudah kenyang ya?” juga termasuk dalam cara mengajarkan anak berbicara.


  • Usia 9 bulan

    Menginjak usia 9 bulan bayi sudah lebih responsif dibanding sebelumnya. Mereka akan mudah diajak bercanda dan mulai mengerti kata sederhana seperti “da…da…” atau saat seseorang menyebut namanya. Biasanya bayi juga sudah mulai bisa menggunakan variasi nada suara yang semakin beragam. Si kecil juga mulai antusias saat dikenalkan dengan suara hewan-hewan di sekelilingnya.


  • Usia 12 bulan

    Ulang tahun pertama menjadi simbol semakin lincahnya si kecil dalam merespons orang lain saat diajak bicara. Rata-rata anak sudah bisa menyebutkan kata-kata seperti Ayah, Mama, Papa, atau sesederhana kata ‘ya’ dan ‘no’. Bila menjelang usia 12 bulan Ibu sudah mengajarkan anak berbicara dengan banyak mengajaknya ngobrol, maka di usia ini pun anak lebih cepat merespons kalimat pendek, seperti, “duduk yuk” atau “buka mulutnya, aaak”. Anak juga mulai menambahkan gerakan tubuh untuk mengimbangi celotehnya dengan maksud agar orangtuanya memahami pesan yang ia sampaikan.


  • Usia 18 bulan

    Di usia sekitar 12-18 bulan, anak akan menunjukkan banyak kemajuan yang tidak disangka sebelumnya dalam hal bicara. Kosakatanya bertambah banyak dan gestur tubuhnya juga lebih beragam. Misalnya, anak akan menunjuk botol susu saat ia ingin minum susu sambil berkata “susu”. Beberapa anak sudah sampai pada tahap frasa, meski mayoritas frasa baru muncul saat usia anak 22-24 bulan.

    Di usia 18 bulan ini juga anak mulai memiliki paling tidak 10-20 kosakata dan apa yang dibicarakan mulai dimengerti orang lain, termasuk orangtuanya.


  • Usia 24 bulan (2 tahun)

    Kosakata anak di usia ini harusnya telah mencapai 50 kata dan berkembang menjadi frasa, seperti “ayah pulang” atau “adik makan”. Di fase ini juga kira-kira 70% apa yang anak utarakan bisa dimengerti orang lain. Dengan begitu, respons orang lain pun akan makin beragam dan bisa memberikan feedback bagi anak untuk memperkaya bahasanya.


  • Usia 30 bulan (2.5 tahun)

    Anak di usia ini biasanya mulai cakap dalam berbicara meski kata yang disebutkan pelafalannya belum 100% benar. Tetapi jumlah kosakatanya meningkat drastis hingga 400 kata. Menarik, bukan? Anak juga bisa menghafalkan lagu kesukaannya atau menirukan kalimat orang lain yang ia ingat.


  • Usia 36 bulan (3 tahun)

    Usia 3 tahun menjadi masa di mana anak sudah mulai bisa berbicara dengan orang lain dengan presentase 85-90% kalimatnya dimengerti. Artinya, mereka sudah paham betul tentang cara berkomunikasi, mengutarakan perasaannya, dan menyampaikan pemahamannya.


Tips Mengajarkan Anak Berbicara

Untuk mencapai semua jenjang perkembangan bicara anak seperti telah dijabarkan di atas, Ibu bisa mengajarkan anak berbicara sejak dini. Ada beberapa tips yang bisa Ibu ikuti untuk mengajarkan anak berbicara dan mencegah kemungkinan terjadinya keterlambatan bicara.

  1. Bercerita

    Perkembangan otak anak yang mengolah kemampuan bahasa tentu perlu diasah. Orangtua yang rutin bercerita pada anak memiliki peluang lebih besar untuk bisa berkomunikasi lebih baik dengan anaknya. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa bayi sudah bicara sejak sebelum berusia 3 bulan, maka cara Ibu mengajarkan anak berbicara bisa dimulai dengan bercerita tentang aktivitas apa yang saat ini Ibu lakukan dengan anak.

    Saat mandi misalnya, Ibu bisa mengatakan, “Wah, rambut Adik udah semakin banyak. Sekarang pakai sampo dulu ya. Hmm, wangi sekali. Sampo ini juga mengandung kemiri, katanya bagus lho buat rambut. Nanti rambut Adik jadi tebal.”

    Cara ini bisa melatih anak mengerti tentang kegiatannya sehari-hari dan bagaimana nanti ia bisa mengutarakannya sendiri. Dengan ini juga anak bisa mengoneksikan kalimat dengan tindakan dan objek yang sedang dibicarakan. Anak jadi terlatih untuk mengerti mana rambut yang sedang dibicarakan ibunya, atau mana sampo beraroma yang juga bisa ia cium wanginya. Indranya yang lain juga jadi ikut diasah.

    Bercerita juga bisa dilakukan menjelang tidur. Ibu bisa ceritakan dongeng-dongeng hasil kreativitas Ibu. Libatkan tokoh, hewan, tanaman, atau benda-benda yang biasa si kecil lihat agar ia tahu bahwa sebuah benda memiliki nama dan kegunaan masing-masing.

  2. Berbicara dengan Benar

    Seringkali karena bayi dan anak-anak belum menguasai pelafalan yang sempurna di setiap kosakatanya, orang dewasa berbicara ‘seolah’ mirip anak-anak. Entah itu bicara dengan cadel atau kalimat yang aneh didengar, seperti “ciapa cih namanya inih?”. Faktanya, dari sudut pandang anak, orang dewasa yang berbicara dengan cara ini tampak aneh. Karena dalam pikiran anak-anak, mereka bicara seperti orang dewasa bicara, yaitu dengan kata dan kalimat yang dilafalkan tepat.

    Meski saat diucapkan terdengar tidak sempurna, anak hanya tahu bahwa ia sedang bicara layaknya orang dewasa. Jadi, jika orang dewasa bicara dengan lafal dan bahasa yang tidak tepat, anak justru akan semakin bingung dan kemungkinan terburuknya lagi malah enggan bicara.

    Mengajarkan anak berbicara benar adalah dengan mencontohkan bicara dengan benar pula. Tidak perlu dibuat-buat dan lakukan secara natural. Bicaralah seperti saat bicara dengan sesama orang dewasa.

  3. Membaca Buku Bersama

    Membaca buku juga bisa jadi cara mengajarkan anak berbicara. Buku yang dibaca bisa berupa buku cerita, buku ensiklopedia anak atau buku sederhana seperti pengenalan angka, warna, dan huruf. Perlu diingat untuk membaca dengan tepat dan menggunakan bahasa yang seharusnya. Tidak diubah menjadi bahasa yang aneh. Tetapi boleh dibacakan dengan intonasi dan nada suara yang berbeda-beda untuk menarik perhatian anak. Beberapa buku anak terbuat dari bahan yang tidak mudah sobek dan memiliki gambar yang menarik, sehingga anak tertarik untuk mendengarkan Ibu saat membaca nyaring untuknya.

  4. Dengarkan Anak

    Mendengarkan ocehan bayi bukan berarti Ibu tidak waras kok. Bayi dan anak-anak memiliki celotehan yang berbeda. Ocehan bayi sebenarnya adalah bentuk peniruan mereka terhadap apa yang diucapkan orangtuanya. Nada suara dan intonasi yang biasa Ibu atau orang sekitar suarakan pada bayi sedang mereka coba juga. Dengan mendengarkan anak, Ibu bisa membantu menghargai apa yang ia sedang coba ucapkan. Secara tidak langsung jadi membangun kepercayaan diri mereka untuk terus berlatih bicara.

  5. Lihat dan Respons

    Cara mengajarkan anak berbicara yang satu ini cukup mudah dilakukan. Ibu bisa mengamati gerak tubuh anak yang tengah belajar bicara. Misalnya, saat anak menunjuk ke langit malam sambil mengoceh, Ibu bisa memperhatikan kira-kira apa ya yang anak coba sampaikan. Setelah itu Ibu bisa merespons seperti, “Oh, langit ya. Langitnya gelap karena sudah malam. Ada banyak bintang ya, Kak. Coba hitung yuk”. Dengan melihat gestur anak lalu meresponsnya, Ibu telah mengajarkan anak berbicara dengan memperkenalkan kata dan kalimat baru.

  6. Tirukan Kembali Lalu Perbaiki

    Anak yang sedang belajar kosakata seringkali melewatkan bagian depan sebuah kata dan hanya menyebutkan ekor dari kata tersebut. Misalnya, anak hanya akan menyebut ‘la’ untuk ‘bola’ atau ‘tang’ untuk ‘bintang’. Saat anak melakukan ini, Ibu bisa menirukan kembali dengan memperbaiki kata yang anak ucapkan. Dengan mengulangi kata yang benar, anak akan belajar untuk mengingat dan berusaha melafalkan kata tersebut dengan tepat.

    Jika anak sudah dalam masa merangkai sebuah frasa, biasanya ia akan mencoba menemukan frasa yang tepat untuk suatu kejadian, misalkan saat ayahnya pergi bekerja. Anak yang baru belajar bicara mungkin tidak akan langsung berkata ‘Ayah kerja’ tetapi justru ‘Ayah da-da’. Langkah yang bisa Ibu lakukan adalah meresponsnya dahulu dengan kata “ya” lalu perbaiki kalimatnya. Seperti, “ya… Ayah berangkat kerja.”

  7. Cermati Gerak Tubuhnya

    Pada anak usia sekitar 1 tahun yang baru mempelajari beberapa kata, Ibu bisa mengamati gerak tubuh yang tengah ia lakukan. Jika anak melambaikan tangan pada seseorang, Ibu bisa menyebutkan ‘da-da’. Hal ini bertujuan agar anak tahu bahwa gerakan yang ia lakukan tadi cara menyebutnya adalah ‘da-da’. Saat makan juga bisa jadi waktu bagi anak belajar bicara. Anak bisa mengangguk untuk mengutarakan bahwa makanannya enak. Maka Ibu bisa menyebutkan kata ‘enak’ untuk ia pelajari.

  8. Ajak Berinteraksi dengan Teman

    Teman sebaya yang juga sama-sama sedang belajar bicara bisa menjadi stimulan yang menyenangkan. Anak akan belajar hal baru tentang cara berkomunikasi dengan sesama anak dan juga menambah kosakata baru. Bisa saja temannya memiliki kosakata yang ia belum kuasai dan ia pun belajar dari temannya. Mengajarkan anak berbicara tidak melulu harus dari orangtuanya. Teman sebaya juga merupakan partner yang cocok untuk berlatih bersama.

  9. Sabar, Telaten, dan Interaktif

    Mengajarkan anak berbicara bukan hal instan. Butuh proses panjang dan harus diulang-ulang agar anak terbiasa dengan bahasa, kata, dan korelasinya dengan objek. Kesabaran dan ketelatenan orangtua tentu dibutuhkan. Pastikan juga untuk tetap interaktif sehingga pembelajaran bertahap ini terasa menyenangkan untuk anak. Berkreasi dengan lagu dan permainan nada suara untuk mengenalkan kosakata tentu akan membantu mengajarkan anak berbicara dengan cara yang menyenangkan.

  10. Batasi Screen Time

    Idealnya, penggunaan gawai atau pemberian screen time boleh diperkenalkan ketika usia anak 18 bulan. Bila bijak menggunakan gawai, ini bisa menjadi sarana yang tepat untuk belajar kosakata baru karena dikemas menyenangkan lewat gambar dan lagu. Jika Ibu menggunakan gawai untuk media, pastikan selalu mendampingi anak dan ikutlah berkomentar tentang apa yang muncul di gawai. Hindari membiarkan anak terpaku diam menonton tayangan sehingga tidak ada interaksi. Dengan mengomentari tayangan, Ibu membantu anak untuk melatih kemampuan berinteraksi agar tetap 2 arah.

Banyak orangtua yang juga menghadapi kendala anak dengan speech delay. Jika tanpa indikasi medis anak mengalami speech delay, maka orangtua diharapkan mampu lebih atraktif dalam mengajarkan anak berbicara. Tentu boleh jika ingin menemui ahli untuk membantu terapi speech delay.

Namun rupanya, laman Raising Children menyebutkan bahwa keterlambatan bicara bisa menjadi tanda adanya penyakit-penyakit kronis lainnya. Jika memang ada indikasi medis seperti kemungkinan pendengaran kurang, adanya kerusakan pada bagian tertentu dari otak, atau menderita penyakit kelainan kromosom seperti autisme, maka Ibu harus berkonsultasi dengan dokter ahli untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Jika tidak ada masalah yang berarti, tentu Ibu tak perlu terlalu khawatir karena setiap anak memiliki milestone bahasa dan komunikasi yang berbeda. Kuncinya adalah tetap berusaha agar anak Ibu tumbuh sehat dan mendapatkan stimulasi yang optimal.

(Dwi Ratih)