Balita

Mari Mengenal Vaksin MMR Lebih Jauh

Mari Mengenal Vaksin MMR Lebih Jauh

Orang yang menerima dua dosis vaksin MMR ketika kecil dianggap terlindungi seumur hidup. Dua dosis vaksin MMR 97 persen efektif melawan campak dan 88 persen efektif melawan gondongan. Satu dosis vaksin MMR 93 persen efektif melawan campak, 78 persen melawan gondongan, dan 97 persen melawan rubella.

MMR merupakan vaksin yang berasal dari virus hidup. Ini berarti setelah disuntikkan, virus menyebabkan infeksi yang tidak berbahaya pada orang yang menerima vaksin disertai gejala sebelum hilang dari tubuh. Sistem kekebalan tubuh melawan infeksi yang disebabkan oleh virus yang dilemahkan ini dan kekebalan tubuh jadi berkembang.

Beberapa orang yang menerima dua dosis vaksin MMR masih bisa terkena campak, gondongan, atau rubella bila terpapar virus yang menyebabkan penyakit ini. Belum bisa diketahui penyebab hal ini, bisa jadi karena sistem kekebalan mereka tidak merespon vaksin dengan baik.

  • Sekitar 3 dari 100 orang yang menerima dua dosis vaksin MMR akan terkena campak bila terpapar pada virus. Tapi lebih mungkin mengalami penyakit yang lebih ringan, dan kurang berisiko menyebabkan penyakit ke orang lain.
  • Dua dosis vaksin MMR 88 persen efektif mencegah gondongan. Wabah gondongan masih bisa terjadi di lingkungan seperti sekolah atau kampus. Tapi cakupan area vaksinasi yang tinggi membantu membatasi ukuran, durasi, dan penyebarannya.
  • Meski tidak ada banyak penelitian yang dilakukan, kebanyakan orang yang tidak merespon kandungan rubella pada dosis MMR pertama akan meresponnya pada dosis kedua.

Pertanyaan yang sering diajukan tentang vaksin MMR

Bunda, berikut ini beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait vaksin MMR:

1. Anak saya masih terlalu kecil untuk diimunisasi, tapi saya masih menyusui. Bila saya menerima vaksin MMR, apakah bisa membantu melindungi bayi saya?

Bila Bunda terus mendapat vaksin yang update, maka Bunda sudah memberinya perlindungan terhadap campak dari ASI. Bayi Anda akan menerima perlindungan dari paparan pasif, tapi tidak menciptakan antibodi terhadap campak hingga ia menerima vaksin MMR. Aman kok Moms untuk menerima vaksin MMR selama menyusui bila Anda tidak yakin apakah Bunda dulu sudah mendapat vaksin MMR atau belum.

2. Apakah anak harus menunggu hingga usianya 5 tahun untuk mendapatkan vaksin MMR dosis kedua?

Dosis kedua vaksin tidak dianjurkan diberikan lebih awal dari usia 5 tahun. Kebanyakan anak menerima 95 persen perlindungan setelah satu dosis vaksin diberikan, jadi dosis tambahan yang lebih awal diberikan tidak perlu dilakukan. Bila Anda bepergian ke area dengan wabah campak, bicara pada dokter tentang pemberian dosis kedua lebih awal. Jarak waktu minimal antara dosis 1 dan 2 adalah 4 minggu.

3. Apakah bayi boleh berada di sekitar orang yang menerima vaksin MMR?

Ya. MMR adalah vaksin dari virus yang hidup, jadi tidak perlu khawatir tertular penyakit karena virus dari orang yang baru saja menerima vaksin.

4. Saya menerima vaksin MMR beberapa tahun lalu, bagaimana saya tahu kalau perlindungan tubuh saya terhadap campak masih bagus?

Untuk memastikan tubuh Anda terlidungi dari campak, ada tes darah yang bisa dilakukan. Tes bernama measles titer bisa membuktikan kalau tubuh memiliki perlindungan antibodi terhadap campak untuk melindungi Anda dari penyakit ini. Biasanya tes ini dianjurkan ketika seseorang bekerja di bidang kesehatan.

Penyakit yang dicegah oleh vaksin MMR

Vaksin MMR melindungi anak Anda dari 3 jenis virus yaitu campak, gondongan, dan campak Jerman (rubella). Saat ini banyak orangtua yang lebih memilih vaksin MMRV dibanding vaksin MMR. Vaksin MMRV sama dengan vaksin MMR, hanya saja vaksin MMRV juga mengandung perlindungan terhadap virus varicella, yang bisa menyebabkan cacar air.

1. Campak

Campak menjadi penyakit yang sangat menular dan sangat umum terjadi pada anak-anak. Gejala campak pada umumnya berupa ruam kulit, demam, hidung meler, batuk, dan iritasi pada mata. Komplikasi yang mungkin ditimbulkan dari campak bisa berupa iritasi mata, diare, pneumonia, seizure, radang otak, kerusakan otak, dan kematian.

Sebelum vaksin campak dilisensikan di tahun 1963, lebih dari 500.000 kasus campak dilaporkan terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya, dengan sekitar 48.000 pasien di rawat di rumah sakit dan 500 kematian akibat penyakit ini. Setelah vaksin campak diperkenalkan, jumlah kasus campak menurun hingga sekitar 50 kasus dalam satu tahun, yang kebanyakan berasal dari luar negara tersebut.

Campak sudah hampir tidak lagi terjadi di Amerika Serikat, meski beberapa kasus kecil yang dilaporkan berasal dari kiriman, biasanya dari Eropa atau Asia, dari populasi yang tidak mendapat vaksin atau kelompok yang menolak pemberian vaksin, atau dari orang yang hanya menerima satu dosis vaksin MMR saja.

Campak yang mewabah masih menjadi masalah yang umum terjadi di negara-negara lain, termasuk Eropa. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), campak adalah penyebab tinggi kematian pada anak kecil. Tapi dengan adanya usaha global untuk memberi vaksin pada anak agar terlindung dari campak, WHO memperkirakan lebih dari 13 juta nyawa telah terselamatkan.

2. Gondongan 

Gondongan adalah infeksi virus yang biasanya menyebabkan demam, sakit kepala, dan peradangan pada kelenjar di bawah rahang. Gondongan bisa mengarah pada meningitis, radang otak, dan ketulian (jarang terjadi). Gondongan juga menimbulkan bengkak yang terasa sakit pada testis atau indung telur. Sebanyak 20 hingga 50 persen laki-laki yang terinfeksi gondongan setelah masa puber mengalami orchitis, yakni peradangan pada satu atau dua biji kemaluan. Pada kasus yang jarang terjadi orchitis dapat mengakibatkan kemandulan.

Sebelum vaksin ditemukan, gondongan umum terjadi pada bayi, anak, dan orang dewasa usia muda. Vaksin terbaru dilisensikan di tahun 1967. Di tahun 2009, vaksin gondongan telah mengurangi tingkat penyakit hingga 99 persen. Tapi sejak saaat itu, sempat terjadi dua wabah gondongan mayor di AS. Di tahun 2006, lebih dari 6.500 kasus dilaporkan selama wabah yang melibatkan mahasiswa Midwestern college yang tinggal di asrama. Wabah terbesar sejak 2006 terjadi di Juli 2009 di New York dan New Jersey ketika seorang anak lelaki membawa penyakit ini setelah kembali dari kunjungannya ke United Kingdom.

3. Rubella atau campak Jerman

Rubella, atau dikenal juga dengan campak Jerman, dikategorikan sebagai ruam kemerahan yang mulai muncul pada wajah, disertai demam ringan, dan kelenjar yang membengkak. Mungkin juga rubella dialami tanpa menunjukkan gejala. Rubella merupakan penyakit ringan dan berlangsung selama sekitar 3 hari. Tapi jika seorang wanita terkena rubella selama hamil, ini bisa mengakibatkan keguguran atau kelahiran cacat pada bayi, termasuk ketulian, masalah mata, cacat jantung, dan keterbelakangan mental.

Vaksin rubella pertama kali dilisensikan di tahun 1969. Selama wabah di tahun 1964 hingga 1965, sebanyak 12,5 juta kasus rubella dilaporkan terjadi di Amerika Serikat, dan 20.000 bayi terlahir buta, tuli, atau mengalami keterbelakangan mental sebagai akibatnya. Kini rubella hampir lenyap dari negara tersebut, dengan hanya kasus ringan dilaporkan terjadi tiap tahunnya.

Efek samping vaksin MMR

Reaksi ringan dari vaksin MMR cukup umum terjadi. Sekitar 1 dari 6 anak mengalami demam rendah, dan 1 dari 20 mengalami ruam ringan. Pada kasus yang jarang, anak mengalami bengkak pada kelenjar di leher atau dagu. Bila ini terjadi, biasanya muncul hingga 6 sampai 14 hari setelah suntikan vaksin diberikan. Anak lebih mungkin mengalami gejala ini setelah pemberian vaksin MMR dosis pertama.

Reaksi tingkat menengah lebih jarang terjadi. Sekitar 1 dari 3000 anak yang menerima vaksin MMR mengalami seizure yang disebabkan oleh demam tinggi. Dengan vaksin MMR, sebanyak 1 dari 1.250 mengalami seizure. Meski ini terdengar menakutkan, seizure yang terjadi hampir tidak berbahaya bagi anak. Hingga 1 dari 30.000 anak akan mengalami penurunan jumlah trombosit, yang bisa menyebabkan masalah pendarahan.

Reaksi alergi yang parah jarang tapi mungkin terjadi pada tiap pemberian vaksin. Bicarakan pada dokter anak bila ia mengalami reaksi alergi terhadap vaksin.

Perbedaan vaksin MMR dan vaksin MR yang baru dikeluarkan pemerintah

Vaksin MR adalah gabungan dari vaksin campak dan rubella, sedangkan vaksin MMR terdiri dari 3 komponen vaksin yaitu gondongan, campak, dan rubella. Vaksin MR menjadi pengganti vaksin MMR. Vaksin MMR tdak lagi tersedia di rumah sakit maupun sarana kesehatan lainnya di Indonesia. Yang membedakan antara vaksin MR dan vaksin MMR adalah kandungan mumps untuk melawan penyakit gondongan tidak disertakan pada vaksin MR.

Anak yang sudah menerima vaksin MMR masih perlu menerima vaksin MR untuk memastikan kekebalan tubuh terhadap penyakit ini.

Jadwal pemberian vaksin MR

Imunisasi MR diberikan kepada anak usia 9 bulan hingga 15 tahun. Imunisasi MR termasuk dalam jadwal imunisasi rutin di usia 9 bulan, 18 bulan, serta usia kelas 1 SD. Vaksin MR tidak hanya untuk anak, orang dewasa juga bisa menerima vaksin ini terutama sebelum hamil.

Siapa saja yang  perlu menerima vaksin MMR?

Berikut ini kelompok yang perlu menerima vaksin MMR:

1. Anak kecil

Semua anak perlu menerima dua dosis vaksin MMR, mulai dari dosis pertama di usia 12 sampai 15 bulan, dan dosis kedua saat usia 4 sampai 6 tahun. Anak bisa menerima dosis kedua lebih awal, setidaknya berjarak 28 hari setelah dosis pertama diberikan.

Vaksin MMR diberikan dengan rentang waktu lebih lama dibanding vaksin anak lainnnya karena antibodi yang ditransfer dari ibu ke bayi bisa memberi perlindungan dari penyakit dan membuat vaksin MMR kurang efektif hingga sekitar usia 1 tahun.

2. Orang dewasa

Orang dewasa yang tidak memiliki kekebalan perlu menerima setidaknya satu dosis vaksin MMR.

3. Orang yang melakukan perjalanan internasional

Orang dengan usia 6 bulan atau lebih yang akan melakukan perjalanan internasional perlu terlindungi dari campak. Sebelum melakukan perjalanan internasional:

  • Bayi usia 6 sampai 11 bulan perlu menerima satu dosis vaksin MMR. Bayi yang menerima satu dosis MMR sebelum usia 1 tahun perlu menerima dua dosis lagi (satu dosis di usia 12 sampai 15 bulan dan satu dosis lagi setelah jarak setidaknya 28 hari).
  • Anak usia 12 bulan atau lebih perlu menerima dua dosis vaksin MMR, dengan jarak setidaknya 28 hari.
  • Remaja dan orang dewasa yang tidak memiliki kekebalan terhadap campak perlu menerima dua dosis vaksin MMR yang berjarak setidaknya 28 hari. 

4. Personil kesehatan

Personil kesehatan tanpa bukti kekebalan perlu menerima dua dosis vaksin MMR, dengan jarak setidaknya 28 hari.

5. Wanita usia produktif

Wanita usia produktif perlu memeriksakan diri ke dokter untuk memastikan telah divaksin sebelum hamil. Wanita usia produktif yang tidak memiliki bukti kekebalan perlu menerima setidaknya satu dosis vaksin MMR. Wanita menyusui aman menerima vaksin MMR. Menyusui tidak mengganggu respon tubuh terhadap vaksin MMR, dan bayi tidak akan terpengaruh oleh vaksin melalui ASI.

Siapa saja yang tidak boleh mendapatkan vaksin MMR?

Jumlah dosis vaksin MMR yang dianjurkan sebanyak 2 dosis. Sedangkan usia yang dianjurkan untuk menerima vaksin ini yakni antara usia 12 hingga 15 bulan dan antara usia 4 hingga 6 tahun, meski dosis kedua bisa diberikan kapan saja selama setidaknya berjarak 28 hari dari dosis yang pertama.

Anak yang pernah mengalami reaksi alergi yang mengancam keselamatan terhadap gelatin, antibiotic neomycin, atau dosis vaksin MMR sebelumnya tidak boleh menerima imunisasi ini. Tanyakan dokter untuk pemberian vaksin MMR pada anak Anda jika ia:

  • Mengonsumsi steroid.
  • Memiliki penyakit yang bisa mempengaruhi sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS atau leukemia.
  • Menderita kanker.
  • Memiliki gangguan darah atau baru-baru ini menerima transfusi darah.

Karena vaksin campak dan gondongan dibuat dengan menumbuhkan virus di dalam sel embrio ayam, anak dengan alergi telur disarankan untuk tidak menerima vaksin ini. Tapi, penelitian terbaru telah menemukan bahwa meski anak mengalami alergi telur yang parah bisa tetap menerima vaksin ini tanpa risiko yang lebih besar dari efek sampingnya. Anak yang sakit parah biasanya disarankan untuk menunggu hingga kondisinya membaik sebelum menerima vaksin ini.

Disarankan anak yang memiliki riwayat seizure untuk menerima vaksin MMR dan varicella secara terpisah karena penelitian menunjukkan peningkatan resiko febrile seizures ketika vaksin disatukan. Bicarakan pada dokter Anda untuk pemilihan vaksin MMR daripada vaksin MMRV jika anak Anda pernah mengalami seizure atau ada riwayat keluarga yang mengalami seizure.

Mitos vaksin MMR dan autism

Autisme, merupakan ketidakmampuan perkembangan, yang dicirikan dengan masalah interaksi sosial dan komunikasi serta kebutuhan kesamaan atau pengulangan perilaku. Biasanya autisme teridentifikasi di saat batita dan terdiagnosa lebih sering pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Penyebab autisme masih belum bisa dipastikan, dan kebanyakan ahli meyakini penyebabnya merupakan gabungan faktor genetik dan lingkungan.

Tidak ada bukti spesifik yang menghubungkan vaksin MMR dengan autisme. Tapi kondisi yang mungkin terjadi ini telah menjadi topik penelitian dan perdebatan yang cukup memanas. Di tahun 1998, jurnal The Lancet  menerbitkan penelitian yang berhubungan dengan vaksin MMR dan autisme. Peneliti melihat 8 dari 12 anak autis dilaporkan mulai menunjukkan tanda autisme di sekitar waktu mereka menerima suntikan MMR, dan peneliti membuat hipotesa bahwa anak memiliki reaksi fisik terhadap vaksin ini.

Tapi kemudian hal ini berubah menjadi sebuah kebetulan, dan penelitian tersebut kini tidak diakui oleh kebanyakan peneliti dan ditarik kembali oleh The Lancet. Sebuah editorial yang diterbitkan di Medical Journal di tahun 2011 menganggap penelitian The lancet tersebut sebagai sebuah kesalahan dan melihat penulis pemimpinnya sudah lepas dari kepercayaan medis dan akademik.

Kebanyakan ilmuwan dan ahli medis meyakini tidak ada hubungan antara vaksin dan autisme dan gangguan neuro perkembangan lainnya. Meski begitu, kritik terus dipertanyakan tentang masalah ini. Tidak hanya tentang hubungan antara vaksin MMR dan thimerosal dan autisme, tapi juga penyebab lain yang bisa berperan dalam perkembangan autisme. Peneliti terus meneliti hal ini tapi tidak ada bukti kalau faktor ini berperan dalam perkembangan autisme. Kebanyakan peneliti autisme meyakini penyebab autisme ada banyak dan termasuk faktor genetik serta lingkungan, tapi tidak melibatkan vaksin.


(Ismawati)