Keluarga

6 Tips Mengatur Keuangan Keluarga di Tengah Resesi Ekonomi

6 Tips Mengatur Keuangan Keluarga di Tengah Resesi Ekonomi

Pandemi Covid-19 yang sudah terjadi sejak awal tahun ini membuat banyak orang mengeluh soal kondisi keuangan keluarga. Hal ini terjadi karena sejak pertengahan tahun, mulai banyak perusahaan yang terpaksa melakukan pemotongan gaji karyawannya hingga PHK besar-besaran. Akibatnya, para karyawan yang terkena imbas Covid-19 ini tidak lagi memiliki penghasilan tetap dan berdampak pada keuangan keluarga mereka.

Belum lama ini, Menteri Keuangan kita, Ibu Sri Mulyani, juga menyatakan bahwa Indonesia resmi mengalami resesi. Resesi adalah suatu kondisi di mana aktivitas ekonomi di suatu negara turun selama kurun waktu tertentu. Ini merupakan imbas dari diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah beberapa waktu lalu. Karenanya banyak restoran, pusat perbelanjaan, dan berbagai pusat bisnis membatasi jam operasionalnya atau bahkan menutup lokasinya hingga batas waktu tertentu.

Dampak resesi ini sudah dirasakan oleh banyak sekali masyarakat. Hal ini karena resesi telah menyebabkan jumlah lapangan pekerjaan menurun, produksi perusahaan semakin sedikit, jumlah pengangguran meningkat, penjualan ritel menurun, hingga pendapatan sebagian orang yang juga ikut terkikis.

Dampak Resesi Ekonomi Bagi Kondisi Keuangan Keluarga

Keluarga sebagai unit terkecil juga tidak lepas dari dampak resesi ini. Sejumlah orang turut mengeluh kondisi keuangan keluarga mereka jadi berantakan. Jumlah pemasukan tidak lagi sama seperti saat pandemi belum terjadi. Alhasil, mereka harus “putar haluan” atau bahkan “banting setir” supaya pengeluaran tidak membengkak dan kebutuhan keluarga tetap bisa terpenuhi. Selain itu, sebenarnya masih banyak dampak resesi yang bisa dirasakan oleh keluarga. Berikut adalah berbagai dampaknya, seperti yang dikutip dari Money Crashers.

  • Kehilangan pekerjaan

    Kehilangan pekerjaan, selain berpengaruh pada kondisi keuangan keluarga, juga turut berdampak pada stabilitas keluarga itu sendiri dan individu di dalamnya. Status, harga diri, kesejahteraan, bahkan kesehatan kita sangat dipengaruhi oleh hilangnya pekerjaan. Mereka harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan demi bisa membayar tagihan setiap bulan.

    Sementara itu, tidak semua orang dapat bertahan pada kondisi ini. Sebagian merasa sangat menderita, sedih, takut, frustasi, hingga depresi, atau yang terparah justru terjerumus pada minuman keras dan obat-obatan terlarang.

  • Rusaknya hubungan keluarga

    Perasaan frustrasi karena tidak kunjung mendapat pekerjaan dapat berpengaruh pada hubungan antar keluarga. Tak jarang rusaknya hubungan keluarga ini sampai memerlukan waktu bertahun-tahun untuk akhirnya bisa kembali seperti semula. Terkadang, keluarga yang kehilangan pendapatan juga harus meminjam uang dari kerabat atau teman yang bisa memicu situasi tegang. Berbagai rencana atau resolusi terpaksa harus diubah karena keuangan keluarga yang tidak mendukung.

  • Perubahan gaya hidup

    Berkurangnya pendapatan, secara otomatis akan memaksa keluarga memangkas biaya untuk kebutuhan tersier, seperti hiburan dan teknologi. Kondisi ini membuat mereka harus mengubah gaya hidupnya supaya kebutuhan pokok tetap dapat tercukupi. Tidak sedikit yang harus merelakan kehilangan pengalaman atau bahkan peluang berharga.

  • Investasi tertunda

    Sebagian keluarga mungkin sudah memiliki rencana pengelolaan keuangan jangka panjang lewat berbagai investasi. Namun, kehilangan pekerjaan atau berkurangnya pendapatan dapat membuat semua rencana tersebut berantakan. Manajemen keuangan keluarga harus diatur ulang karena investasi yang tidak memungkinkan lagi dilakukan untuk sementara waktu. Alhasil, rekening pensiun dan rekening tabungan menjadi terhenti sementara.

  • Pendidikan anak terdampak

    Ketika sumber keuangan keluarga terganggu, dampaknya juga bisa dirasakan oleh anak, salah satunya yaitu pendidikannya. Mungkin tidak sedikit orangtua yang memutuskan untuk menunda memasukkan anaknya ke perguruan tinggi karena pendapatannya berkurang. Jika sudah begini, rencana pendidikan hingga karir anak ke depannya juga bisa ikut “goyah”.

  • Cicilan terganggu

    Dampak lain resesi bagi keuangan keluarga adalah pembayaran cicilan yang terganggu. Saat kondisi ekonomi sedang terpuruk, mereka masih harus membayar berbagai tagihan tiap bulan, padahal jumlah pemasukan sudah sangat berkurang. Kebangkrutan, penilaian, dan keterlambatan pembayaran dapat menurunkan skor kredit seseorang. Skor kredit ini bisa memengaruhi kartu kredit, suku bunga pinjaman, tingkat asuransi, bahkan peluang kerja.

  • Prioritas kebutuhan jadi bergeser

    Selama resesi, Ibu mungkin perlu lebih memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan meliputi tempat tinggal, sandang, pangan, dan biaya perawatan kesehatan terjangkau. Sedangkan keinginan meliputi kebutuhan di luar itu. Karena keuangan keluarga yang terganggu, mereka perlu lebih fokus pada kebutuhan saja daripada keinginan.

Tips Mengatur Keuangan Keluarga di Tengah Resesi

Bagi Ibu yang mungkin keluarganya mengalami “guncangan” keuangan sebagai imbas dari resesi ekonomi, berikut sejumlah tips mengelola keuangan keluarga selama masa-masa sulit ini. Simak ya, Bu!

  1. Mengetatkan anggaran belanja dan menghindari utang

    Selama masa resesi, sebaiknya Ibu lebih mengetatkan anggaran belanja dengan memangkas pengeluaran yang sekiranya tidak perlu. Walaupun mungkin kondisi keuangan keluarga Ibu saat ini masih belum terdampak resesi, namun tidak ada yang pernah tahu bagaimana situasinya ke depan. Jadi tidak ada salahnya bila Ibu juga mengubah anggaran belanja supaya lebih hemat.

    Selain itu sebisa mungkin hindari utang. Sesulit apa pun masalah keuangan keluarga Ibu, alangkah lebih baik kalau Ibu bisa menghindari keinginan berutang. Hal ini karena utang hanya akan menambah beban dan membuat stres. Jika keluarga masih menanggung utang, identifikasi area pengeluaran yang bisa Ibu kurangi sehingga lebih banyak uang untuk melunasi utang.

  2. Mengubah gaya hidup agar menjadi lebih hemat

    Tips lain mengelola keuangan keluarga selama resesi adalah dengan menjalani standar gaya hidup sederhana demi bisa lebih berhemat. Sulit memang untuk menahan diri dari mengikuti tren di media sosial, misalnya seperti mencoba kafe baru, restoran, atau membeli barang yang sedang viral. Namun, cobalah sebisa mungkin menahan nafsu untuk mengikuti tren yang ada. Turunkan standar gaya hidup Ibu sekeluarga supaya dapat terus bertahan di tengah resesi.

    Selain menurunkan gaya hidup, berhemat juga bisa dilakukan dengan mengurangi penggunaan mobil dan lebih mengutamakan naik angkutan umum, mengurangi biaya langganan internet dan TV kabel, menjual salah satu kendaraan bermotor jika memang tidak terlalu diperlukan lagi, dan lain sebagainya.

  3. Mencari penghasilan tambahan

    Mengandalkan satu pekerjaan utama di tengah resesi akan terlalu berisiko untuk keuangan keluarga Ibu. Ini karena jika kondisi ekonomi merosot dan perusahaan terpaksa harus memotong gaji atau pahit-pahitnya memulangkan sebagian karyawannya, keuangan keluarga Ibu akan terkena imbasnya.

    Untuk itu, penting agar orangtua memikirkan mencari sumber penghasilan lain. Tidak selalu Ayah harus menjalani double job, karena memang tidak semua orang mampu melakukannya. Ibu bisa membantu dengan mengambil pekerjaan sampingan seperti berjualan, menulis artikel lepas di situs tertentu, atau menyewakan kamar di rumah untuk anak kos, dan lain sebagainya. Maksimalkan potensi dan bakat yang orangtua miliki untuk memperoleh penghasilan tambahan.

  4. Mulailah berinvestasi

    Jika keluarga Ibu belum mulai berinvestasi, inilah saat yang tepat untuk melakukannya. Pelajari cara-cara berinvestasi yang aman dan nyaman. Pilih investasi yang mudah terlebih dulu, tidak perlu langsung terjun ke investasi yang rumit. Bisa dengan membeli emas atau mencari tanah murah. Sembari memulainya, Ibu dan Ayah bisa mengulik investasi lain seperti saham, obligasi, atau investasi internasional.

  5. Siapkan dana darurat

    Bersyukurlah kalau sampai saat ini keuangan keluarga Ibu masih terpantau stabil. Namun, bukan berarti Ibu bisa menjalani kehidupan seperti saat sebelum resesi, karena saat ekonomi mengalami penurunan seperti sekarang, Ibu perlu menyiapkan dana darurat yang dapat menopang biaya hidup sekeluarga setidaknya untuk 3-6 bulan.

    Seperti dikutip dari My Money Coach, tips satu ini dapat mencegah kita dari berutang ketika sewaktu-waktu kondisi keuangan mengalami kesulitan. Berutang tentu bukan solusi bijak yang bisa dilakukan saat Ibu mengalami kesulitan ekonomi.

  6. Penuhi kebutuhan pangan lewat budidaya mandiri

    Tidak ada salahnya untuk memulai budidaya pangan sendiri di tengah resesi sebagai salah satu cara untuk menghemat pengeluaran. Ibu bisa memulai budidaya tanaman hidroponik atau budidaya ikan di ember karena keduanya tidak memakan biaya yang terlalu tinggi. Alat dan bahannya bisa ditemukan dengan mudah bahkan bisa memanfaatkan barang bekas yang ada di rumah.

Itulah beberapa tips mengelola keuangan keluarga di tengah resesi. Selamat mencoba ya, Bu!

Penulis: Darin Rania
 Editor: Dwi Ratih