Keluarga

Ini Beda Dampak Perceraian Terhadap Anak Laki-Laki dan Perempuan

Ini Beda Dampak Perceraian Terhadap Anak Laki-Laki dan Perempuan

Apakah perceraian adalah langkah terakhir yang Ibu dan Ayah pilih untuk menyelesaikan masalah di dalam rumah tangga? Yuk, pikirkan kembali hal ini, mungkin Ibu bisa mendapatkan solusi yang jauh lebih baik daripada berpisah.  

Penyebab Umum Perceraian

Ada beberapa hal yang disebut-sebut sebagai penyebab dari perceraian, misalnya, kurangnya komitmen, terlalu sering beradu pendapat, ketidaksetiaan (perselingkuhan), harapan yang tidak realistis dan.hubungan yang tidak berkualitas. 

Penyebab lainnya yaitu mengalami kekerasan, pasangan kecanduan pada suatu hal negatif (misalnya narkoba, alkohol, berjudi, dst), kurangnya persiapan dan ketidakcocokan atau perbedaan pandangan.

Selain penyebab di atas, menurut informasi yang kami kutip dari yourdivorcequestions.org, juga ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko perceraian. Beberapa di antaranya seperti menikah pada usia yang amat muda, tingkat pendidikan rendah, tingkat pendapatan rendah sehingga memicu stress dan pertengkaran, kohabitasi pranikah (tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan), hamil (dan melahirkan) sebelum menikah, kurangnya kesadaran mengenai agama serta perceraian orangtua.

Sedangkan di Indonesia sendiri, pertengkaran dan perselisihan terus menerus menjadi pemicu perceraian teratas. Penyebab tertinggi lainnya adalah masalah keuangan, ditinggalkan oleh pasangan dan kekerasan dalam rumah tangga.

Tidak selamanya negatif, bagi seseorang yang berpisah, juga mungkin menerima hal positif setelahnya, misalnya berhenti mengalami kekerasan dalam rumah tangga, bebas dari perselingkuhan atau pertengkaran terus-menerus. 

Begitu pula dengan anak, setelah orangtuanya bercerai, anak juga mungkin mendapat hikmahnya, yaitu anak menjadi lebih mandiri dan memiliki kemampuan bertahan hidup lebih tinggi (karena terbiasa berjuang untuk mendapatkan sesuatu).

 Anak yang seringkali terkena imbas dari pertengkaran keluarganya juga akan terlepas dari masalah, serta, anak lega melihat orangtuanya tidak lagi terlibat dalam masalah.

Namun sayangnya, dampak perceraian terhadap anak lebih banyak sisi negatifnya. Berikut adalah contoh dampaknya, seperti yang kami rangkum dari situs verywellfamily.com.

Dampak Emosional Perceraian Terhadap Anak

  • Terhadap anak usia dini
    Anak kesulitan memahami hal yang sedang terjadi, misalnya, mengapa mereka harus berpindah-pindah antara dua rumah. Lainnya, anak mungkin berpikir, jika orangtua mereka bisa berhenti mencintai satu sama lain, maka ada kemungkinan suatu hari nanti, orangtua mereka juga bisa berhenti mencintai mereka.
  • Pada anak usia sekolah
    Anak bisa berpikir bahwa mereka adalah penyebab perceraian kedua orangtuanya. 
  • Pada remaja
    Anak bisa merasa marah akibat perceraian dan dampak yang dihasilkannya. Anak mungkin menyalahkan salah satu orangtuanya sebagai pembuat masalah dan pemicu perceraian. 

Stress pada Anak Terkait Dampak perceraian


Ketika perceraian terjadi, artinya anak akan terpisah dengan salah satu orangtuanya, umumnya dengan ayah, karena rata-rata hak asuh anak jatuh pada ibu, terutama jika anak masih kecil. 

Tidak jarang, anak yang diasuh oleh ibu (sebagai orangtua tunggal) pun merasa tertekan dan stress. Sebuah studi pada tahun 2013 menyimpulkan, sebagian ibu menjadi kurang mengasihi dan tidak suportif setelah mengalami perceraian.

Perpisahan orangtua bukanlah hal yang paling sulit bagi sebagian anak, namun ada dampak lain yang bisa memicu stress pada anak, misalnya, anak harus pindah sekolah dan pindah rumah, artinya, anak juga akan kehilangan teman-teman mereka. Anak juga mungkin turut mengalami masalah keuangan. 

Contoh, kebutuhan sehari-hari anak menjadi tidak terpenuhi, atau terpaksa pindah ke linkungan yang lebih ‘rendah’ dikarenakan harus menyesuaikan hidup dengan kondisi finansial orangtua.

Menurut informasi dari ncbi.nlm.nih.gov, masih ada banyak contoh dampak perceraian terhadap anak lainnya, di antaranya:

  1. Anak-anak yang tumbuh dengan orangtua tunggal berisiko mengalami gangguan kejiwaan serius, melakukan percobaan bunuh diri dan kecanduan terhadap narkoba.
  2. Salah satu dampak dari perceraian pada anak ialah berkurangnya prestasi secara akademis.
  3. Anak-anak korban perceraian cenderung dilecehkan atau diabaikan secara fisik.
  4. Anak-anak yang hidup dengan orangtua tunggal cenderung kurang sehat secara fisik.
  5. Anak korban perceraian cenderung lebih mengabaikan ajaran agamanya, termasuk di antaranya melakukan seks diluar pernikahan, atau hidup bersama tanpa ikatan pernikahan.
  6. Anak yang diasuh oleh keluarga kandung, biasanya lebih relijius dibandingkan anak yang hidup dengan keluarga tirinya.
  7. Anak cenderung tidak memandang pernikahan sebagai suatu hal yang sifatnya tetap (permanen) dan tidak menganggapnya sebagai komitmen seumur hidup.
  8. Melakukan kegiatan seks diluar pernikahan atau hidup bersama tanpa pernikahan juga merupakan salah satu wujud perubahan pandangan anak terhadap perilaku seksual.
  9. Anak mungkin turut menjadikan perceraian sebagai jalan keluar dari permasalahannya ketika ia menikah nanti.
  10. Anak kehilangan rutinitas harian keluarga, termasuk pula tradisi. 
  11. Anak cenderung memiliki konsep diri (cara pandang terhadap diri sendiri) dan hubungan sosial yang lebih rendah.
  12. Anak mungkin kehilangan support system-nya. Support system adalah sekumpulan orang yang berada di sekitar kita, misalnya keluarga atau teman, yang senantiasa memberikan beragam dukungan di setiap waktu kita membutuhkan.
  13. Ayah tunggal dinilai kurang peduli terhadap anak remajanya.
  14. Hubungan anak dengan kakek-neneknya melemah.
  15. Hubungan antara anak dan salah satu orangtuanya bisa melemah, dan hal ini akan berdampak pada hal lainnya. 
  16. Anak mungkin kehilangan kemapanan atau merasa khawatir akan ekonominya. Anak yang tinggal dengan ibu tunggal cenderung lebih sulit perekonomiannya.
  17. Hubungan antara anak dan orangtua yang merawatnya pun bisa melemah. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya, orangtua memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan peran barunya, atau orangtua diharuskan bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
  18. Dikatakan, ibu tunggal cenderung kurang bisa men-support anak secara emosional.
  19. Dampak pada anak-anak usia dini, bisa bikin anak menjadi tidak mandiri, cengeng, agresif dan menantang pada masa-masa awal perceraian.

Ada pula, beberapa dampak perceraian terhadap anak laki dan perempuan yang mungkin terjadi. Yaitu:

Dampak Perceraian Terhadap Anak Perempuan

  1. Anak perempuan cenderung mengalami hal negatif setelah perceraian orangtuanya, seperti depresi, marah dan gangguan psikologis. Untungnya, gejala ini biasanya akan berkurang perlahan.
  2. Anak perempuan yang diasuh oleh ibu dan memiliki hubungan baik, bisa membantu meredakan stress pada anak lebih cepat ketimbang anak tinggal bersama ayahnya. 
  3. Hubungan antara ibu dan anak perempuan cenderung bertahan terhadap dampak perceraian.
  4. Sebagian anak perempuan, terutama yang kehilangan support dari orangtuanya, cenderung mengalami penurun akademis dan enggan untuk berusaha maksimal.
  5. Dampak perceraian bisa mengubah perkembangan fisik pada remaja putri. Contoh, banyak anak perempuan dari orangtua yang bercerai dan menikah lagi, mengalami perubahan (perkembangan) fisik lebih awal.
  6. Banyak anak perempuan merasa ‘dipaksa’ untuk bersikap dewasa lebih awal. Penyebabnya, karena orangtua sedang mengalami efek perceraian dan juga membutuhkan pengertian serta dukungan anak. Banyak ibu yang merasa anak perempuannya sebagai teman atau tempat berkeluh kesah. Hal ini membuat anak berusaha bersikap seperti orang dewasa. Sayangnya, hal ini seringkali tidak disadari oleh orangtua, dan bisa membuat anak kesulitan.
  7. Anak perempuan yang ditinggal ayahnya sejak usia dini, cenderung hamil pada usia yang lebih muda.
  8. Anak perempuan dari orangtua yang berpisah bisa mengalami kurangnya tingkat kepercayaan dan kepuasan terhadap pasangannya. 

Dampak Perceraian Terhadap Anak Laki-Laki

  1. Proses perceraian meningkatkan risiko bagi anak laki-laki untuk berkelakuan buruk, misalnya bertengkar atau agresi. 
  2. Perceraian meningkatkan risiko anak laki-laki terlibat perilaku nakal. Efek ini semakin meningkat jika banyak konflik pada pernikahan orangtuanya sebelum perceraian terjadi.
  3. Percerian secara signifikan memengaruhi psikologis anak laki-laki. Banyak anak yang merasa kehilangan harga dirinya.
  4. Anak laki-laki cenderung lebih menerima kehadiran ayah tirinya atau bisa menjadi amat dekat, ketimbang dengan anak perempuan.
  5. Anak laki-laki dari orangtua yang berpisah, cenderung melakukan seks dini, bahkan sebagian di antara mereka menderita penyakit seks menular.

Tentu saja, setiap keluarga dan setiap anak berbeda, ya. Masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan, perbedaan kepribadian, temperamen, berbeda status sosial, sumber daya ekonomi serta keadaan keluarga sebelum terjadinya perceraian. 

Namun, terlepas dari beberapa perbedaan di atas, perceraian nyatanya mampu mengurangi kompetensi masa depan anak di berbagai aspek kehidupan, termasuk di antaranya hubungan berkeluarga, pendidikan, kesejahteraan emosional serta kekuatan keuangan di masa depan. 

Intinya, pada sebagian anak, perceraian meningkatkan risiko anak mengalami dampak negatif, bahkan ada yang bertahan hingga anak tumbuh dewasa, tapi bagi sebagian anak lainnya, perceraian tidak memengaruhi kehidupan dan diri mereka.

Kapan Dampak Perceraian Terhadap Anak Mulai Terlihat?

Lalu, pada umur berapa, perceraian paling memiliki dampak pada anak? Menurut seorang psikolog anak, Dr. Scott Carrol, jika perceraian  terjadi ketika anak masih bayi sampai dengan usia anak dua tahun, maka dampak yang dialaminya bisa dikatakan kecil. 

Potensi anak mengalami trauma, menjadi besar, ketika anak berada di sekitar usia sebelas tahun. Pada usia ini, anak telah memahami hubungan antara kedua orangtuanya dan anak sudah merasa memiliki hubungan yang mendalam terhadap kedua orangtuanya, serta merasakan bahwa mereka adalah sebuah kesatuan.

Di sisi lain, pada anak di usia ini, belum bisa mandiri dengan baik dan egosentris, sehingga dampak perceraian dan runtuhnya keluarga, ‘menyerap’ pada ingatan anak. Ulasan dari Dr. Scott Carrol pada situs fatherly.com, konflik yang terjadi lebih berat bagi anak dibandingkan dengan perceraian itu sendiri. 

Konflik akan semakin merusak jika terjadi di hadapan anak, jika orangtua menjadikan anak sebagai sarana komunikasi atau orangtua saling menjatuhkan satu sama lain.

Salah satu dampak paling berat bagi anak adalah ketika perceraian terjadi, orangtua berhenti ‘terlibat’. Maksudnya, orangtua seakan-akan melepas tanggung jawabnya, komunikasi yang memburuk dan jarang mengunjungi (bertemu) anak. Hal ini bisa membuat anak merasa kehilangan sebagian dirinya.

Nah, bagi sebagian pasangan, perceraian mungkin tidak dapat dihindari. Hubungan suami dan istri boleh berakhir, namun tidak dengan anak. Anak selayaknya tetap mendapatkan kasih sayang seperti biasanya. Kurangi dampak perceraian pada anak dengan beberapa cara berikut:

  • Sebisa mungkin tidak bertengkar atau membicarakan urusan orangtua di hadapan anak. Termasuk di antaranya, jangan menjelek-jelekkan mantan pasangan Anda di depan mereka.
  • Tetap terlibat dalam keseharian anak. Misalnya, mengunjungi anak di akhir pekan, menelepon untuk sekadar bertanya tentang kegiatannya di sekolah, hadir di acara ulang tahunnya, dst.
  • Pastikan anak memahami, bahwa perceraian Ibu bukanlah salahnya dan Ibu akan tetap mencintai mereka.
  • Biarkan anak mengekspresikan perasaannya pada Ibu.
  • Memberikan penjelasan pada anak, dengan bahasa yang sesuai dengan usianya, atau mudah dipahami anak.
  • Ingat, sebaiknya tidak menumpahkan segala keluh kesah kepada anak. Anak tidak seharusnya menanggung beban emosional dari Ibu.
  • Bantu agar hubungan anak dengan ayahnya tetap baik dan dekat.

Semoga informasi di atas bisa memberi manfaat bagi Ibu, Ayah dan anak tercinta.

Editor: Dwi Ratih