Keluarga

Kenali 5 Jenis Pemerkosaan dalam Pernikahan

Kenali 5 Jenis Pemerkosaan dalam Pernikahan

Sedikit sekali pasangan yang mengetahui bahwa bisa saja terjadi pemerkosaan dalam pernikahan. Ini akibat paradigma bahwa pemerkosaan hanya terjadi di luar status pernikahan masih populer di kalangan masyarakat.

Dalam membina rumah tangga, diperlukan kesetaraan antara suami dan istri, bukan dominasi atau berat sebelah. Hal tersebut meliputi komunikasi sampai hubungan seksual suami istri yang sehat dan setara. 

Hubungan seks merupakan ekspresi cinta suami istri sehingga diperlukan kesadaran dan kerelaan dua belah pihak dalam berhubungan, bukan berdasarkan pemaksaan dari salah satu pihak yang akan berujung pada diksi pemerkosaan. Meskipun yang melakukan adalah pasangan suami istri yang sah baik di mata hukum dan agama.

Apa sajakah yang tergolong ke dalam kategori pemerkosaan dalam pernikahan? Simak ulasan di bawah ini.

1. Berhubungan seksual secara terpaksa

Hubungan seks yang sehat adalah berhubungan atas persetujuan (consent) bersama-sama, bukan pemaksaan. Berhubungan seksual secara terpaksa dikategorikan pemerkosaan dalam pernikahan. Paradigma yang terbentuk di masyarakat adalah semua hubungan seksual yang dilakukan di bawah payung pernikahan bukan termasuk pemerkosaan dalam pernikahan, meskipun terdapat unsur paksaan di dalamnya. Jika Ibu merasa ada kecenderungan pemaksaan dalam berhubungan seksual, maka ibu berhak menolaknya dan menegur suami agar tidak menjadikannya kebiasaan.

Apalagi jika sampai terjadi paksaan yang bersifat menyakiti pasangannya secara fisik dan mental. Kondisi tersebut sudah digolongkan menjadi pemerkosaan dalam pernikahan. Pemerkosaan dalam pernikahan seperti kategori ini dapat dijerat dengan hukuman penjara selama 12 tahun menurut RKUHP.

2. Berhubungan seksual dengan unsur manipulasi

Trik lain yang dilakukan pelaku pemerkosaan dalam pernikahan adalah memanipulasi korban sehingga hanya dirinya saja yang diuntungkan. Sebagai contoh, seorang suami mengritik istrinya tidak dapat memuaskannya di ranjang, kemudian suaminya memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dan mengancam akan menceraikan istri apabila tidak menuruti kemauannya. Ini jelas-jelas jenis pemerkosaan dalam pernikahan karena berusaha memanipulasi salah satu pihak.

Apalagi jika perbuatan tersebut melibatkan kekerasan verbal dengan bentuk ancaman dari suami kepada sang istri agar berbuat sesuai yang diinginkan suami. Istri harus segera sadar dari jaring manipulasi suami bahwa yang dilakukan sudah termasuk pemerkosaan dalam pernikahan

3. Berhubungan seksual secara tidak sadar

Sejatinya, hubungan seksual yang sehat adalah hubungan yang dilakukan secara sadar atau persetujuan kedua belah pihak. Secara sadar ini juga diartikan dengan dalam keadaan kesadaran penuh. Jika salah satu pihak dalam keadaan setengah sadar kemudian setuju diajak berhubungan seksual, maka tetap digolongkan sebagai pemerkosaan dalam pernikahan. Apalagi jika salah satu pihak tidak sadar sama sekali.

Yang dimaksud dengan tidak sadar adalah salah satu pihak tertidur, mabuk, atau dalam pengaruh obat bius. Hal tersebut dapat membuat orang tersebut dalam keadaan tidak berdaya kemudian dimanfaatkan dan diperlakukan dengan tidak semestinya.

4. Berhubungan seksual saat merasa terancam

Ini rentan dilakukan di dalam pernikahan. Korban di situasi ini merasa terancam sehingga membuatnya terpaksa setuju berhubungan seksual. Sebagai contoh, seorang suami mengancam tidak akan memberikan istri uang nafkah jika sang istri tidak mau melayani suami di ranjang meskipun istri sedang tidak ingin melakukan.

Baik ancaman verbal dan non-verbal dapat menyeret hubungan menjadi bentuk pemerkosaan dalam pernikahan. Bisa juga pelaku meluapkan emosi dengan cara memukul atau emosi berlebih lainnya jika terjadi penolakan. Biasanya kasus seperti ini memposisikan korban untuk lebih mengikuti keinginan pelaku pemerkosa daripada berhadapan dengan risiko menghadapi ancaman baik akan disakiti secara fisik atau emosional.

5. Berhubungan seksual saat tidak ada pilihan

Terpaksa berhubungan seksual dengan pasangan karena sudah tidak punya pilihan lain termasuk dalam bentuk pemerkosaan dalam pernikahan. Sebagai contoh, Seorang istri rela mempertahankan pernikahannya dari ambang perceraian dan mengikuti kemauan pasangannya untuk melakukan hubungan seksual meski sedang tidak menginginkannya.

Menyerah juga bukan berarti harus menyepakati tindakan yang tidak diinginkan. Ada batasan yang tidak boleh dilanggar antar suami istri. Apalagi jika menyangkut tidak menghormati kebutuhan dan keinginan pasangannya.

Hukum yang mengatur pemerkosaan dalam pernikahan

Hukum yang mengatur seputar pemerkosaan dalam pernikahan ada di Pasal 480 ayat (1) & (2) RKUHP yang berbunyi:

“Pelaku perkosaan terhadap pasangan yang sah bisa terkena hukuman pidana kurungan paling lama 12 tahun penjara.”

Seperti yang dilansir dari Tirto, ada beberapa jawaban wawancara mengapa melakukan pemerkosaan dalam pernikahan. Biasanya yang melakukan adalah pihak laki-laki. Hasil wawancara tersebut adalah:

  • Mereka menganggap kewajiban istri memberikan pelayanan seksual pada suami;
  • Menganalogikan “perkosaan”dengan “perampokan” ketika istri meminta nafkah/uang kepada suami;
  • Mereka menganggap jika sudah menikah, tak ada istilah perkosaan karena istri sudah menjadi milik suami; dan
  • Menganggap poin tersebut percuma, karena ketika suami dipenjara, tidak ada yang mencari nafkah.

Pemerkosaan dalam pernikahan dapat menyebabkan beberapa efek negatif seperti rasa sakit/nyeri, infeksi/penyakit seksual, gangguan kejiwaan, hingga kematian.

Itulah 5 jenis pemerkosaan dalam pernikahan yang kerap terlupakan. Jadiliah pasangan yang suportif satu sama lain. Tidak memaksa dan menghormati keputusan pasangan termasuk perihal kehidupan seks di atas ranjang. Cara agar tidak muncul pemerkosaan dalam pernikahan dengan adalah menjalin komunikasi dengan baik mengenai apa yang dimaui dan tidak diinginkan. Jangan sampai terjadi pemaksaan kepada salah satu pihak dengan alasan agar nafsu seksualnya terpuaskan. Semoga Ibu dihindari dari segala bentuk pemerkosaan dalam pernikahan

Penulis: Zeneth Thobarony
Editor: Dwi Ratih