Balita

Kenali 8 Tanda Anak Manja dan Tips Menghadapinya

Kenali 8 Tanda Anak Manja dan Tips Menghadapinya

Orangtua adalah dunia semua anak-anak. Anak masih bergantung pada orangtua karena bagi mereka hanya orangtua yang dapat mereka percaya. Sehingga di beberapa waktu, mereka pun akan berpikir bahwa segala hal yang mereka inginkan akan dipenuhi oleh orangtua.

Bagi Ibu pekerja, mungkin akan lebih mudah untuk menuruti langsung apa keinginan anak saat ia sedang meminta banyak hal. Karena mungkin Ibu sudah terlalu lelah untuk berdebat dan pusing mendengar tangisan anak jika mereka mulai merajuk. Belum lagi adanya rasa bersalah karena tidak memiliki waktu sebanyak Ibu yang tinggal di rumah, sehingga Ibu pekerja akan merasa bahwa menuruti semua keinginan anak saat ini akan menggantikan hilangnya waktu kebersamaan Ibu dan anak.

Tapi bukan berarti anak tidak mungkin jadi manja ketika Ibu lebih banyak membersamai anak di rumah. Anak yang terlalu lengket dengan orangtuanya dan terbiasa selalu dipenuhi keinginannya meski berada dalam pengawasan orangtua langsung, bisa menyebabkan anak manja. Karakter anak manja ini biasanya dibentuk secara tidak sadar oleh orangtua dan lingkungannya.

Sayangnya, anak manja cenderung menjadikan merengek sebagai cara untuk mendapatkan sesuatu. Kerugian akan anak manja dapatkan saat ia mulai bersosialisasi dengan orang lain, sampai ia dewasa nantinya. Mulai dari ia tidak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dan bergantung pada orangtuanya.

Anak manja akan berpikir bahwa Ibu pasti menuruti keinginannya, sehingga Ibu bahkan tidak lagi punya kontrol terhadap anaknya. Ibu pasti pernah mendengar atau melihat ‘orangtua yang kalah dengan anak’.

Di lain hal, anak manja juga menjadi tidak terlatih untuk menerima bahwa tidak semua yang mereka inginkan bisa didapatkan. Adakalanya mereka akan merasa kecewa dan berjuan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tentu saja kondisi tidak boleh dibiarkan ya, Bu. Meski tidak mudah, mendidik anak agar tidak manja sangatlah penting agar mereka tumbuh menjadi generasi mandiri.

Untuk itu, Ibu perlu mengetahui apa saja tanda anak manja dan bagaimana menghadapinya:


  1. Anak Semakin Sering Meminta Setelah Ibu Menuruti Keinginannya

    Memenuhi keinginan anak bukanah sebuah kesalahan. Namun, Ibu perlu menentukan kapan harus membiarkan anak mendapatkan apa yang ia inginkan dan kapan saatnya Ibu mengatakan ‘tidak’. Anak manja akan lebih sering meminta setelah Ibu menuruti keinginannya dua hingga tiga kali. Ketika Ibu tidak pernah berkata tidak, maka anak akan beranggapan bahwa Ibu pasti akan menuruti keinginannya tanpa alasan apa pun.

    Hal ini didasari dari kemampuan anak membaca lingkungannya. Anak akan mencoba segala cara untuk melihat respons orangtuanya. Respons dari lingkungan inilah yang akan ia rekam untuk ia jadikan dasar saat bertindak. Saat menginginkan sesuatu, anak akan meminta pada Ibu dengan berbagai cara, untuk melihat reaksi Ibu.

    Jika di semua permintaan anak Ibu hanya mengiyakan maka anak akan merekam respons tersebut dan beranggapan bahwa ia bisa meminta apa saja dari Ibu. Hal ini tentunya akan menyulitkan Ibu sendiri. Karena anak akan semakin sering meminta hal-hal yang bahkan Ibu tidak sanggup memenuhinya. Anak dengan sikap seperti ini sudah dapat dikategorikan sebagai anak manja.


  2. Anak Tantrum Saat Keinginannya Tidak Dituruti

    Anak manja berpikir bahwa segala keinginannya akan dipenuhi. Jika sudah telanjur menjadi anak manja, saat Ibu berkata ‘tidak’ untuk menolak permintaannya, anak manja menjadi tantrum sebagai media untuk merayu Ibu. Bila anak tantrum di rumah, mungkin Ibu masih bisa mengatasinya. Lantas bagaimana jika anak tantrum di tempat umum seperti di pusat perbelanjaan?

    Ibu tentu banyak mengamati bahwa pusat perbelanjaan adalah tempat paling mudah untuk menemukan apa yang kita butuhkan dan kita inginkan. Tak sedikit pemandangan saat Ibu melihat anak manja yang menginginkan permen atau mainan akan menangis histeris, berteriak, bahkan berguling-guling di lantai jika ibunya tidak segera mengiyakan apa yang ingin ia beli. Hal ini juga dapat terjadi pada anak Ibu lho!

    Saat anak Ibu bertingkah demikian, hal pertama yang Ibu rasakan adalah panik. Karena pusat perbelanjaan adalah tempat berkumpulnya banyak orang, maka perilaku anak manja yang tantrum akan menarik perhatian orang lain. Ibu yang panik akan cenderung mengiyakan untuk membeli apa yang anak inginkan supaya si kecil berhenti menangis.

    Sayangnya, justru inilah yang akan anak rekam sebagai respons Ibu terhadap keinginannya. Anak akan berpikir untuk selanjutnya, ia hanya perlu menangis histeris, berteriak keras, bahkan berguling di lantai agar keinginannya itu terpenuhi.


  3. Anak Mudah Menyerah dan Cepat Meminta Bantuan

    Dalam aktivitas kesehariannya, anak manja cenderung cepat menyerah, misalnya saat dia mencoba memasang kancing baju atau memakai kaos kaki. Jika Ibu terbiasa melayani semua kebutuhan anak tanpa melatihnya untuk melakukan kegiatannya sendiri, maka anak manja akan cepat meminta bantuan sesaat setelah dia menghadapi kesulitan. Anak manja akan berpikir bahwa Ibu akan selalu ada untuk membantunya jika ia kesulitan.

    Sayangnya hal ini bisa berdampak buruk juga pada kemampuannya menyelesaikan masalah. Anak manja tidak terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri karena ia akan bergantung pada orang lain dan cenderung menunggu adanya bantuan. Membangun kemandirian anak akan semakin sulit dan bahkan berlanjut hingga dewasa.


  4. Anak Selalu Minta Imbalan Setelah Melakukan Sesuatu

    Saat Ibu membesarkan anak manja, Ibu akan melihat bahwa anak Ibu selalu menuntut untuk memberinya imbalan setelah ia membantu pekerjaan Ibu atau setelah Ibu memintanya melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa hal ini dibangun dari kebiasaan. Jika Ibu terbiasa memberinya ‘imbalan’ terlalu sering dan tidak pada tempatnya, maka anak Ibu akan bergantung pada imbalan tersebut. Ia akan meminta Ibu memberinya mainan baru setelah ia berhasil merapikan mainannya.

    Dengan demikian, anak tidak akan belajar tentang tanggung jawab. Ia tidak akan bisa membedakan mana tanggung jawab dan mana bentuk bantuan yang diberikan kepada orang lain. Jika Ibu tidak mendampingi anak dalam memahami mana yang menjadi tanggung jawabnya dan mana yang murni bersifat bantuan, maka saat itulah bisa dibilang Ibu sedang membesarkan seorang anak manja. 

    Tetapi, bukan berarti Ibu tidak boleh memberikan hadiah setelah si kecil melakukan kebaikan lho. Hanya saja, Ibu perlu memperhatikan momen yang tepat agar anak belajar memahami antara tanggung jawab dan bantuan.


  5. Anak Bicara dan Bertingkah Tidak Sopan Pada Orang Tuanya

    Salah satu karakteristik anak manja yang cukup fatal adalah anak berperilaku tidak sopan pada orangtuanya. Anak merasa bahwa segala keinginannya akan dipenuhi oleh orang tuanya sehingga mereka dapat mengendalikan orangtuanya. Padahal, kontrol haruslah berasal dari orangtua. Maka ketika anak telah merasa mampu mengontrol orang tuanya, ia akan bertingkah tidak sopan pada orang tuanya.

    Orangtua yang terbiasa menuruti anaknya akan membiarkan hal ini terjadi. Sehingga ia semakin merasa berkuasa atas orangtuanya. Komunikasi yang tidak tepat dari orangtua juga menyebabkan anak menjadi kasar dan bicara tidak sopan pada orangtuanya. Ibu tentu akan merasa terluka bukan jika anak Ibu bicara kasar bahkan cenderung membentak?

    Ketahuilah bahwa cara bicara yang kasar dimulai dari kebiasaan membiarkan anak melakukan kesalahan tanpa melakukan evaluasi, mana yang benar dan salah, berupa bicara baik-baik dari hati ke hati. Anak akan menanggap tidak masalah berbuat salah karena Ibu akan membiarkan si kecil melakukannya sesuka hati.


  6. Anak Terbiasa Memulai Komunikasi dengan Merengek

    Anak manja biasanya menjadikan merengek sebagai senjata untuk membuat Ibu menuruti kemauannya. Ibu yang telanjur membiasakan anak bersikap demikian tentu akan langsung menuruti saja permintaan anak. Anak manja akan memulai setiap komunikasi dengan merengek. Bahkan untuk bicara topik yang biasa saja pun anak akan memulainya dengan merengek. 

    Sayangnya, ini akan memulai awal buruk untuk sosialisasinya. Komunikasi sebagai pengantar penting dalam menyampaikan perasaan dan pikiran akan terganggu jika anak melakukannya dengan merengek. Anak akan kesulitan bicara pada orang lain karena ia merasa hanya bisa merengek kepada Ibu atau Ayah.


  7. Anak Tidak Mau Melakukan Sesuatu Sebelum Orangtuanya Menjanjikan Hadiah

    Jika Ibu membesarkan anak dengan sering berkata, “Ayo bantu Ibu bereskan sepatumu, nanti Ibu kasih jus apel,” anak akan terlatih untuk melakukan sesuatu jika Ibu menjanjikannya hadiah. Di masa berikutnya, anak tidak akan memiliki kesadaran untuk melakukan tanggungjawabnya jika Ibu tidak menjanjikan hadiah untuknya.


  8. Anak Selalu Menyuruh Orangtua Melakukan Keinginannya

    Anak yang berperilaku kasar cenderung akan menyuruh orangtuanya melakukan ini dan itu sesuai keinginannya. Sekadar mengambilkan minuman atau makanan saja, anak manja akan menyuruh orangtuanya. Anak yang semakin besar seharunya dapat melakukan hal-hal sederhana yang dia butuhkan sendiri. Tapi tidak sama halnya dengan anak manja. Anak manja akan berpikir, “ah, minta Ibu saja yang ambilkan.” Perilaku demikian sudah dapat dikategorikan sebagai anak manja lho, Bu!


Penyebab Anak Manja

Tanda-tanda di atas mungkin sekali atau dua kali dapat Ibu temui pada setiap anak dan itu merupakan hal yang wajar. Tapi, bagaimana orangtua merespons balik sikap anak akan menentukan apakah sikap manja pada anak akan berlangsung semakin parah atau justru berkurang karena anak terbiasa dilatih untuk tidak manja. Penyebab anak manja justru bermula dari orangtuanya, seperti hal-hal berikut ini:

  • Seperti dilansir dari laman www.webmd.com, banyak orangtua yang tidak ingin anaknya mengalami kesulitan. Sehingga mereka memutuskan untuk memberi kemudahan kepada anak dengan membantunya di segala hal. Orangtua tidak membiarkan anak mencoba dengan usahanya sendiri.

  • Dari laman yang sama juga menyebutkan bahwa kualitas waktu bertemu orangtua dan anak yang tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendidik anak, bisa menjadi penyebab anak menjadi manja. Orangtua yang memiliki waktu terbatas bertemu anaknya cenderung merasa lelah untuk menerapkan kedisiplinan.

  • Sementara dalam artikel 9 Warning Signs You’re Raising Spoiled Kids menyebutkan bahwa anak manja bermula dari orangtua yang memberikan apa pun yang anak minta tanpa kecuali. Fokus anak ada pada apa yang dia minta, bukan hal lain untuk dijadikan pertimbangan.

  • Orangtua terlalu sering memberi janji palsu. Kalimat seperti “habiskan dulu makananmu, lalu kita pergi berenang” yang kemudian pada kenyataannya, orangtua tidak jadi mengajak anak pergi berenang, akan memicu tantrum pada anak dan berakhir rengekan agar janji yang diucapkan segera diwujudkan. Orangtua akan menganggap ini sebagai hal yang mudah dilakukan agar anak menurut. Padahal, ini justru akan membuat anak tidak lagi percaya pada orangtuanya.

  • Saat orangtua merasa perlu menerapkan aturan, maka dibutuhkan konsistensi untuk menyukseskan aturan tersebut. Orangtua yang tidak konsisten pada aturan yang diberlakukan, maka akan membuat anak menjadi manja dan menganggap remeh orangtua. Aturan ini tentu harus berlaku di mana pun orangtua dan anak berada.

    Misalnya, jika di rumah anak diminta merapikan mainannya sendiri, sedangkan di rumah saudara tidak demikian, maka anak akan mengurangi respect-nya pada orangtua dan selanjutnya akan menunjukkan sikap tidak patuh pada aturan ketika di depan banyak orang.

  • Orang tua tidak mengajarkan sopan santun. Pentingnya mengajarkan 3 kata ajaib seperti “Tolong”, “Maaf”, dan “Terima Kasih” sangat krusial dalam mendidik anak agar tidak manja.

    Anak yang tidak terbiasa diajarkan untuk mengatakan 3 kata kunci tersebut akan kekurangan rasa peka terhadap orang lain dan mengarah ke perilaku tidak sopan. Bila orangtua mengajarkan sopan santun dimulai dari 3 ajaib ini, perlahan-lahan anak dapat terlatih menjadi tidak manja.

Hal yang Bisa Dilakukan Agar Anak Tidak Manja

Lalu bagaimana cara mengatasi agar baik orangtua maupun si kecil dapat bekerjasama untuk membentuk karakter anak agar tidak manja? Berikut beberapa tipsnya ya, Bu:

  • Tawarkan Pilihan. Mulailah dari hal sederhana seperti “Hari ini mau pakai baju warna biru atau merah?” atau “Ibu punya ikan dan daging. Kakak ingin makan yang mana hari ini?” Contoh tersebut dapat membantu anak membuat keputusan sederhana tentang apa yang terjadi dalam kesehariannya. Apa yang dia pakai, apa yang dia ingin makan, atau apa yang dia ingin mainkan bersama Ibu.

    Ini juga dapat membuat anak merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan anak akan menyadari bahwa di dunia ini dia dihadapkan pada pilihan dan tidak selalu mendapatkan semua sekaligus.

  • Mengelola Emosi. Mendidik anak agar tidak manja bukan berarti dengan membatasi ruang geraknya, merampas mainannya, atau mendiktenya untuk melakukan hal dengan terlalu ketat dan penuh larangan. Poin penting untuk mengajarkan si kecil agar tidak menjadi anak manja adalah dengan mendampinginya mengenal emosi yang sedang dirasakannya.

    Sangat wajar apabila seorang anak ingin memiliki mainan yang sama dengan temannya dan merengek pada Ibu sepanjang hari meminta mainan yang sama. Sebelum Ibu buru-buru meredakan tangisnya dengan memenuhi permintaannya itu, sebaiknya terlebih dahulu Ibu mengajaknya berbicara dengan baik dan tenang. Tanyakan pada si kecil apakah dia benar-benar membutuhkan mainan tersebut atau hanya ingin ikut-ikutan?

    Ibu bisa membantunya mengingat-ingat mainan apa saja yang pernah dia minta dan tidak lagi digunakan, sehingga membuat si kecil berpikir ulang untuk membeli mainan yang tidak benar-benar dia butuhkan. Sampaikan juga bahwa ada tanggung jawab yang harus dia lakukan jika anak berkeras menginginkannya. Jika upaya ini berhasil, perlahan-lahan kecenderungan sifat anak manja akan berkurang dan si kecil semakin mengerti tentang konsep kebutuhan, kepemilikan, dan tanggung jawab.

  • Bersikap Tegas. Tidak kalah penting, bersikap tegas merupakan kunci utama untuk mendidik anak agar tidak manja. Segala upaya hanya akan sukses apabila Ibu tegas dan konsisten dalam menerapkan aturan yang telah disepakati bersama anak dan orang-orang terdekat yang sering berinteraksi dengannya.

(Dwi Ratih)