Balita

Menghadapi Anak Tertutup, Ibu Harus Apa?

Menghadapi Anak Tertutup, Ibu Harus Apa?

Orang tua mana sih yang tak ingin anak-anaknya selalu dekat dan terbuka dengannya? Meski perasaan semacam itu valid, Ibu juga perlu tahu kalau setiap anak dilahirkan dengan sifat yang istimewa dan berbeda, termasuk sifat anak tertutup. Pada sebagian anak, bercerita dan membuka diri adalah hal yang sulit. Lalu, apa yang harus Ibu lakukan agar anak terbuka?

Anak Introvert dan Konsekuensi yang Mesti Dihadapi Orang Tua 

Meski tidak selamanya buruk, anak tertutup bisa menimbulkan persoalan di kemudian hari lho. Karena penyebabnya beragam, penting bagi orang tua mengetahui alasan anak tidak mau bercerita atau berbicara banyak dengan orang sekitar.

Pertama, Ibu mungkin kesulitan mengetahui apabila anak tertutup sedang memendam masalah. Kedua, orang-orang di sekitar anak akan merasa kesulitan berkomunikasi dan menimbulkan kesalahpahaman. Belum lagi kalau harus menebak apa yang sebenarnya ia inginkan. Kalau sudah begini, Ibu dan anggota keluarga lainnya tentu merasakan kekhawatiran, kan?

Sebelum berpikir macam-macam tentang anak tertutup, sebaiknya kenali dulu apakah anak tertutup karena sifat bawaan, sekadar pemalu di depan orang lain, atau karena ada alasan lain yang lebih serius. 

Anak Tertutup, Apa Sebabnya?

Ada banyak alasan kenapa anak tertutup. Sebagai orang tua, Ibu perlu memperhatikan apakah ada perubahan perilaku atau malah sifat pendiam tersebut sudah terlihat sejak dini. Perilaku anak tertutup ini ternyata bisa dipengaruhi usia anak lho, Bu. Agar lebih jelas, yuk cek beberapa alasan berikut:

  1. Anak Masuk ke Lingkungan Baru


    Kalau si kecil baru saja memulai kegiatan baru seperti sekolah atau les, ada kemungkinan ia membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Di lingkungan sekolah atau les, seorang guru harus memperhatikan lebih dari satu anak, sehingga perhatian yang didapatkan pun seakan kurang. Ini bisa membuat anak menjadi lebih pendiam. 

    Yang perlu Ibu lakukan adalah terlibat dalam kegiatannya di tempat tersebut. Kenali guru dan teman-temannya sehingga anak merasa bahwa Ibu mengerti situasi yang sedang ia hadapi. Namun, jangan paksa agar anak terbuka jika belum nyaman ya, sebab hal tersebut malah bisa membuatnya makin tertutup. 

  2. Kurang Percaya Diri


    Makin bertambahnya usia, persepsi anak terhadap dirinya sendiri makin terbentuk. Ia mungkin mulai merasakan minder atau kurang percaya diri ketika melihat anak lain yang memiliki kelebihan yang tak dimilikinya. Nah, sudah tugas Ibu untuk bisa memancing kepercayaan diri anak. 

    Caranya adalah dengan memberikan pujian setiap ia berhasil mencapai sesuatu. Berikan waktu agar ia bisa menyelesaikan tugas sendiri, dari yang paling sederhana hingga yang ia belum bisa lakukan. 

    Ketika ia merasa bisa melakukan sesuatu, rasa percaya dirinya akan terpupuk. Di rumah, kegiatan seperti membereskan kamar, memasak makanan sederhana, hingga menyelesaikan tugas sekolah sendiri bisa menjadi latihan untuk kepercayaan diri sang anak.  

  3. Sering Diabaikan

    Ada kalanya anak merasa tidak diperhatikan karena orang-orang di sekelilingnya sibuk, termasuk oleh ayah dan ibunya. Akhirnya, mereka memilih untuk diam karena merasa sering diabaikan. Untuk yang satu ini, Ibu perlu cek sendiri, apakah anak tertutup karena jarang diajak berbicara atau ditanggapi?

    Di masa pertumbuhan, anak memiliki banyak sekali pertanyaan dalam pikirannya. Luangkanlah waktu untuk bercerita, menjawab pertanyaan-pertanyaannya, dan memberikan penjelasan yang ia butuhkan tentang banyak hal yang ia hadapi sehari-hari. 

    Ibu juga bisa lakukan kegiatan rutin bercerita setiap malam sebelum tidur. Ini akan membangun rasa percaya terhadap Ibu agar anak membuka diri. Buat kondisi yang menyenangkan dan hindari pertanyaan yang terkesan “menginvestigasi”.

Cek Kemungkinan Kepribadian Anak Introvert

Selain ketiga alasan di atas, anak Ibu mungkin memang memiliki kepribadian introvert. Anak introvert pada dasarnya lebih nyaman sendiri, tanpa banyak interaksi. Namun begitu, bukan berarti ia tidak bahagia. Jadi, sebaiknya observasi lebih dalam tentang apa yang membuatnya nyaman. Selain itu, jangan paksakan ia untuk bersosialisasi atau bercerita saat ia tidak mau melakukannya ya.

Dilansir dari Psychology Today, anak introvert bukanlah suatu kelainan, ia hanya membutuhkan pendekatan yang berbeda. Perhatikan bahwa ia mungkin cepat lelah ketika lama-lama berada di tengah orang banyak. 

Menjadi seorang introvert juga bukan berarti anak tidak bisa bersosialisasi sama sekali. Sering kali, mereka hanya membutuhkan waktu yang lebih lama sebelum bisa akrab dengan orang lain. Mereka lebih banyak menyimpan energinya untuk fokus ke hal yang mereka sukai dan memiliki perhatian penuh pada detail penting dari kegiatannya sehari-hari.  

Tips Menghadapi Anak Tertutup: Jangan Panik!

Orang tua mungkin sudah melakukan banyak hal agar anak terbuka, namun sering kali keterbukaan itu hanya bersifat sementara. Kadang-kadang, anak masih tetap irit bicara atau bicara seperlunya. Nah, Ibu perlu melancarkan beberapa trik agar anak terbuka mau membuka diri pelan-pelan. Ini dia caranya:

  1. Beri Ruang dan Waktu

    Ruang dan waktu adalah hal yang paling dibutuhkan agar anak terbuka kepada orang tua. Misalnya saja, anak baru pulang sekolah dan Ibu langsung memberikannya banyak pertanyaan—yang sering kali anak tidak akan mau jawab pada akhirnya. 

    Alih-alih bertanya, sebaiknya beri dulu ia waktu untuk menata dirinya setelah sampai rumah. Anak introvert bisa saja terkuras energinya setelah seharian beraktivitas. Jadi, berikan ia ruang untuk “menghela napas” setelah lelah bersosialisasi di sekolah. Ketika ia siap, ia akan menjawab pertanyaan dan bercerita dengan sendirinya dengan sedikit pancingan. 

  2. Gunakan Media Lain

    Sering kali, anak introvert memiliki caranya tersendiri untuk berkomunikasi. Pada sebagian anak, menulis bisa jadi media yang efektif. Untuk anak yang sudah bisa menulis, Ibu bisa menyediakan satu buku yang bisa menjadi media komunikasi Ibu dan anak.

    Walaupun tidak bisa menjadi sarana komunikasi utama, menulis bisa menjadi alternatif terutama ketika sang anak kesulitan mengekspresikan apa yang ia rasakan. Saat menulis, otak akan dipancing untuk memetakan masalah dan menuangkannya dalam kata-kata. 

  3. Berkomunikasi di Tempat “Aman”

    Kalau anak cenderung tertutup, besar kemungkinan ia akan semakin tertutup ketika berada di luar zona nyamannya. Jadi, hindari memaksa anak untuk menjawab pertanyaan atau bercerita ketika anak tidak merasa aman. Cobalah memancing agar anak terbuka saat sedang mengobrol di rumah atau di kamarnya. Ini akan membuat anak lebih mudah berbicara dibandingkan di tempat lain. 

  4. Latih dengan Hal Sederhana

    Tak dapat dimungkiri, kelancaran sang anak dalam kehidupan sosial menjadi salah satu kekhawatiran tersendiri bagi orang tua dari anak tertutup. Ibu mungkin khawatir ia kesulitan menghadapi kondisi komunikasi yang baru dengan orang lain. 

    Untuk melatih kemampuan sosialnya, Ibu bisa melatihnya dengan memberikan tugas sederhana seperti berbelanja ke warung atau minimarket, memesan makanannya sendiri saat berada di restoran atau bahkan saat memesan layanan pesan antar, serta membiasakan ucapan terima kasih dan tolong ketika dibutuhkan.  

  5. Hindari Labeling 

    Ini adalah hal yang cukup penting untuk diingat. Ketika berada di kondisi yang cukup ramai seperti sebuah acara, hindari kata-kata seperti “maaf, anak saya pemalu”, atau semacamnya. Ini akan membuat anak merasa ada yang aneh pada dirinya sehingga orang tuanya perlu meminta maaf atas perilakunya. 

    Sebaliknya, sebelum menjelaskan kepada orang lain mengenai anak Ibu, jelaskan terlebih dahulu kepada anak bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ceritalah sedikit mengenai siapa saja yang akan ia temui di acara tersebut, sehingga anak bisa mengantisipasi kondisi keramaian yang ada nanti. 

    Ibu juga bisa menggunakan kata-kata seperti, “anak saya lebih nyaman kalau mengobrol sambil duduk,” atau “anak saya lebih senang menggambar”. Bukan hanya menonjolkan kelebihan sang anak, tetapi cara ini juga memberi batasan agar anak terbuka dan tidak panik saat diajak bicara oleh orang yang jarang atau belum pernah ia temui. 

  6. Puji untuk Pencapaian Sederhana

    Setelah anak mengerti bagaimana ia perlu bersosialisasi, Ibu perlu menghargai setiap usahanya. Katakan bahwa ia diharapkan menyapa dengan salam untuk anggota keluarga ketika bertemu di acara nanti. Saat ia berhasil melakukannya, berikan pujian dan ucapkan terima kasih karena sudah menjadi anak yang pemberani.

    Pujian serupa akan meningkatkan kepercayaan dirinya. Seiring berjalannya waktu, anak yang cenderung tertutup tetap bisa memiliki kehidupan sosial yang normal. Hanya saja, ia memiliki hak untuk menentukan apakah ia mau sendiri atau belum mau berkomunikasi. 

  7. Jangan Panik saat Ia Mulai Bercerita

    Suatu hari, anak Ibu yang tadinya pendiam mulai bercerita. Apa yang perlu dilakukan? Yang jelas, jangan tunjukkan ekspresi kaget atau panik terutama jika ceritanya di luar dugaan. Usahakan setenang mungkin dan jadilah pendengar yang baik. Selain membangun rasa percaya, menanggapi anak dengan tenang juga akan menciptakan komunikasi yang positif antara orang tua dan anak. 

Faktor Genetik pada Anak Tertutup

Anak yang pemalu atau introvert bisa jadi mendapatkan sifat tersebut secara genetik. Kalau Ibu atau Ayah merupakan orang yang tidak terlalu suka keramaian, kemungkinan besar anak pun akan memiliki kepribadian yang mirip. Yang jelas, kepribadian tidak bisa serta merta diubah untuk mengikuti lingkungannya. Dibutuhkan waktu adaptasi yang cukup agar anak terbuka dan membaur dengan sekitarnya. 

Namun, tidak tertutup kemungkinan juga anak introvert lahir dari orang tua yang ekstrover. Inilah yang biasanya menimbulkan konflik di dalam rumah. Sebab, orang tua belum tahu cara yang tepat memancing agar anak terbuka. Kalau sudah melihat tanda-tanda introvert pada anak, coba pahami dulu pola komunikasi anak sebelum melakukan pendekatan.  

Sisi Positif Anak Tertutup 

Sangat wajar jika terkadang Ibu mengalami kebingungan kalau anak pendiam dan tidak mau bersosialisasi. Untuk menghindari hal tersebut, ubah pola pikir bahwa tertutup itu tidak baik. Coba tempatkan diri di posisi sang anak. Kalau ia nyaman dengan lebih banyak sendiri, kemungkinan besar ia akan merasa sebaliknya ketika berada di keramaian terlalu lama.

Padahal di balik rasa malunya, anak pendiam memiliki banyak sifat positif yang menjadi kelebihannya lho, Bu. Biasanya, anak yang tertutup punya perhatian lebih terhadap orang di sekitarnya, meski tidak selalu bisa diungkapkan. 

Mereka memiliki fokus yang cukup tinggi terutama sedang berada di zona nyamannya. Anak seperti itu akan menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang benar-benar ia sukai. Selain itu, mereka merupakan pendengar yang baik. Sifat ini juga yang akan membuatnya memiliki teman-teman dekat yang berkualitas walaupun jumlahnya sedikit. 

Nah, Ibu, meski banyak cara agar anak terbuka dan tidak lagi pendiam, Ibu harus tetap memperhatikan kenyamanan anak, ya. Pastikan ia bahagia dengan pola sosialisasinya dan bangun kepercayaan agar anak tetap mau bercerita kepada keluarga terdekatnya.

Penulis: Kristal
Editor: Dwi Ratih