Keluarga

10 Kesalahan Orangtua dalam Mengelola Keuangan Keluarga

10 Kesalahan Orangtua dalam Mengelola Keuangan Keluarga

Banyak yang bilang mengelola keuangan keluarga itu gampang-gampang susah dan bisa jadi tantangan tersendiri bagi para orangtua. Sebelum menikah, kita mungkin hanya perlu memikirkan kondisi finansial diri sendiri saja. Lain halnya ketika sudah berumah tangga, bersatunya dua “kepala” membuat perencanaan keuangan juga perlu mengalami penyesuaian. Suami dan istri harus saling bekerjasama agar pengelolaan finansial berjalan dengan baik atau kalau kata peribahasa tidak “besar pasak daripada tiang”.

Mengelola keuangan keluarga akan jadi lebih menantang ketika orangtua sudah memiliki anak. Mereka dituntut untuk memiliki perencanaan yang matang terkait kondisi finansialnya. Perlu ada pos-pos keuangan yang nantinya digunakan untuk membiayai kebutuhan anak, mulai dari pos kesehatan, pos pendidikan, sampai pos biaya pernikahan anak. Ada juga pos lain di luar itu yang tujuannya untuk menampung dana darurat sampai kebutuhan di hari tua. Semua perlu direncanakan sebaik mungkin supaya orangtua juga nggak perlu merepotkan anak dan keluarga di kemudian hari.

Seperti halnya memilih jodoh, mengelola keuangan keluarga juga nggak bisa dilakukan sembarangan. Semua mesti dilakukan dengan hati-hati. Sayangnya, masih banyak orangtua yang kerap melakukan kesalahan dalam mengelola finansial mereka. Ironisnya lagi, tidak sedikit yang mungkin tidak sadar bahwa apa yang selama ini dilakukannya itu salah. Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin mereka akan kesulitan mewujudkan impian-impiannya atau bahkan memenuhi kebutuhannya, termasuk kebutuhan anak-anaknya. Berikut kesalahan mengelola keuangan keluarga seperti yang dilansir dari The Simple Dollar.

Kesalahan dalam Mengelola Keuangan Keluarga yang Masih Sering Dilakukan Orangtua

  1. Membelanjakan uang untuk perlengkapan bayi mewah

    Memiliki anak menjadi impian bagi banyak pasangan yang baru menikah. Ketika anak pertama lahir, tak sedikit orangtua yang sulit menahan diri untuk tidak membeli perlengkapan bayi bermerek yang dibanderol dengan harga tinggi. Apalagi sekarang banyak akun selebgram yang turut mempromosikan berbagai macam perlengkapan bayi yang fungsional, praktis, dan canggih.

    Sebenarnya, jika ingin mengelola keuangan keluarga yang sehat, Ibu tidak perlu membelanjakan uang untuk perlengkapan bayi yang mewah dan mahal. Apalagi biasanya perlengkapan tersebut hanya dipakai sebentar saja. Daripada mengikuti tren dengan membeli semua jenis perlengkapan bayi yang modern dan up to date, lebih baik Ibu mencari persewaan barang-barang bayi yang tentunya jauh lebih hemat. Atau bisa juga meminjam milik keluarga atau teman. 

  2. Memberikan anak sesuatu yang tidak sesuai usianya

    Semakin ke sini, kita semakin sering melihat anak di bawah umur yang diberikan gadget mahal oleh orangtua mereka. Apakah memang sepenting itu? Jawabannya tentu tidak. Memanjakan anak dengan berbagai fasilitas mewah saat kecil tidak menjamin kehidupannya saat dewasa akan berjalan dengan mudah. Justru jika anak dimanja terus-terusan, ia akan cenderung sulit menerima realita di masa depan yang mungkin akan jauh dari ekspektasinya.

    Dibanding membelanjakan uang demi barang-barang mewah untuk anak, lebih baik menyisihkannya untuk dana pendidikan, kesehatan, investasi, atau tabungan di hari tua.

  3. Menunda-nunda menabung untuk dana pendidikan anak

    Salah satu pengeluaran terbesar keluarga adalah dana pendidikan untuk anak. Apalagi semakin ke sini, biaya sekolah semakin mahal. Jika orangtua tidak mempersiapkan dana pendidikan sedini mungkin, tentu akan jadi masalah di kemudian hari, yang nantinya akan memengaruhi kondisi finansial keluarga. Sebaiknya jangan tunggu punya anak dulu baru memulai menabung dana pendidikan ya, Bu. Malah kalau bisa lakukan sejak baru menikah atau bahkan sebelum menikah!

  4. Tidak membantu anak untuk memilih jurusan di universitas

    Kesalahan selanjutnya dalam mengelola keuangan keluarga ini sepintas mungkin terdengar kurang relevan ya. Tapi jika ditelusuri lebih jauh, Ibu akan menemukan bahwa membantu anak memilih jurusan di universitasnya akan turut membantu dalam pengelolaan keuangan keluarga!

    Orangtua bisa membantu memberi pemahaman kepada anak mengenai rata-rata potensi penghasilan dari jurusan yang mereka minati. Orangtua juga bisa mengarahkan jurusan apa saja yang sekiranya lebih menghasilkan di masa mendatang yang sesuai dengan minat dan bakat anak. Dengan begitu anak akan memperoleh bayangan mengenai kariernya di masa depan. Karier yang jelas akan membuat anak hidup lebih mandiri dan tidak bergantung pada orangtua.

  5. Tidak melibatkan anak dalam urusan administrasi sekolah atau perkuliahan

    Kebanyakan orangtua tidak ingin melibatkan anak dalam urusan administrasi sekolah atau perkuliahan. Jadi seringkali anak cuma tahu sedikit saja mengenai pembiayaan pendidikannya. Padahal melibatkan anak dalam urusan ini bisa membantu mengelola keuangan keluarga selama anak sekolah atau kuliah supaya tetap on track lo.

    Misalnya saja, Ibu bisa duduk bersama anak membicarakan perencanaan keuangan selama ia sekolah atau kuliah, sampai detil uang saku yang mungkin akan diberikan kepada mereka. Beritahu juga bahwa banyak peluang beasiswa yang bisa diraih terutama jika anak Ibu berprestasi di bidang tertentu.

  6. Tidak mengajarkan anak soal pengelolaan keuangan

    Tidak perlu menunggu anak dewasa untuk mengajarinya soal literasi keuangan. Mulailah memperkenalkan cara menabung kepada anak sejak dini, lalu berlanjut ke bagaimana cara membelanjakan uang atau menggunakan tabungan dengan bijak. Cara ini akan membuat anak terbiasa berhemat sedari kecil.

    Ajari juga pentingnya berbagi dan berinvestasi kepada anak, bisa dengan berdagang atau jika anak sudah sedikit lebih dewasa, mulailah perkenalkan dengan dunia investasi yang lebih rumit, seperti saham. Dengan demikian, anak akan memiliki perencanaan yang matang terkait finansialnya saat dewasa kelak.

  7. Memberi contoh buruk kepada anak tentang mengatur keuangan

    Anak-anak kita tidak hanya mendengarkan, mereka juga menonton bagaimana orangtuanya mengatur keuangan. Jadi jangan kaget kalau anak memiliki sifat boros atau materialistis karena orangtuanya pun demikian. Atau anak jadi suka berutang karena melihat orangtuanya yang terlalu sering mengajukan kredit. Jika orangtua bijak dalam mengelola keuangan keluarga, sifat tersebut juga akan menular ke anak.

  8. Tidak memproteksi diri dengan asuransi jiwa

    Asuransi jiwa termasuk salah satu jenis asuransi yang penting bagi keluarga. Asuransi ini akan menanggung biaya hidup keluarga ketika pemegang polis asuransi terkena musibah bahkan meninggal dunia. Asuransi jiwa akan semakin penting jika suatu keluarga hanya mengandalkan satu orang sebagai sumber pemasukannya.

    Asuransi jiwa akan akan menanggung biaya hidup ahli waris (bisa orangtua, pasangan, atau anak dan saudara kandung) ketika si pemegang polis asuransi mengalami kejadian tak terduga yang menyebabkan cacat seumur hidup, bahkan meninggal dunia. Tentunya selama pemegang asuransi rutin membayar premi setiap bulannya. Asuransi ini akan membuat kondisi keuangan keluarga lebih terjamin.

  9. Tidak cukup menabung untuk masa pensiun

    Banyak orangtua yang mungkin terlalu sibuk menabung untuk kepentingan anak-anaknya saja, sedangkan mereka sendiri lupa kalau di masa pensiun kelak, mereka juga membutuhkan biaya untuk bertahan hidup. Tentunya sebagai orangtua, kita tidak ingin menjadi beban anak ketika sudah pensiun ya, Bu. Karena itulah, penting menyisihkan sebagian dari pemasukan bulanan untuk tabungan hari tua. Jangan pernah menunggu waktu yang tepat untuk mulai menabung, karena “waktu yang tepat” itu sendiri tidak pernah ada. Lakukan sedini mungkin ya!

  10. Tidak menjaga hubungan pernikahan dengan baik

    Pernikahan yang sehat akan melahirkan kondisi finansial yang sehat pula. Jika suatu hubungan pernikahan bermasalah, kemungkinan akan banyak terjadi miskomunikasi, tak terkecuali soal masalah keuangan. Pengelolaan finansial jadi berantakan. Bahkan tidak menutup kemungkinan keluarga tersebut mengalami over spending. 

Di sini keterbukaan sangat penting ya, Bu. Bersikaplah saling terbuka mengenai kondisi finansial masing-masing, sehingga akan memudahkan mengelola keuangan keluarga ke depannya.

Penulis: Darin Rania
Editor: Dwi Ratih