Keluarga

8 Tips Agar Ibu Bekerja Kembali Semangat Setelah Cuti Melahirkan

8 Tips Agar Ibu Bekerja Kembali Semangat Setelah Cuti Melahirkan

Anda ibu bekerja dan sebentar lagi harus kembali ngantor karena jatah cuti melahirkan hampir habis? Sudah mempersiapkan segala sesuatunya belum, Bu? Yang paling mendesak tentu saja urusan pendelegasian tugas, ya. Siapa yang akan Ibu bekerja percayai untuk merawat si kecil selama ibu bekerja? Apakah Ibu akan menyewa babysitter, menitipkan pada orangtua atau keluarga, membawa si kecil ke daycare, atau justru  mengajaknya serta ke kantor?

Hal lain yang juga perlu Ibu pikirkan adalah stok ASI perah (ASIP), apakah mencukupi kebutuhan si kecil selama ibu bekerja di kantor?  Begitu juga persiapan fisik dan mental Ibu saat kembali ke dunia kerja nantinya, apakah Ibu sudah siap bekerja dengan kondisi fisik yang kurang prima karena kurang tidur dan kelelahan akibat begadang?

Tidak mudah memang jadi ibu bekerja. Benar-benar tidak mudah untuk melewati masa transisi dari cuti melahirkan ke masa ibu bekerja kembali. Belum lagi jika ibu bekerja sempat mengalami baby blues pasca lahirnya si kecil, tentu kembali ke kantor menjadi hal yang sangat challenging. 

Nah, untuk Anda, para ibu bekerja yang sedang menjalani cuti melahirkan dan bersiap kembali melakoni peran sebagai ibu bekerja, berikut beberapa tips yang bisa Ibu coba agar tetap semangat menjalani hari-hari di kantor nantinya.

   

Yang perlu diperhatikan ibu bekerja menjelang akhir cuti melahirkan

 

  1. Tentukan kapan ibu akan kembali bekerja

    Jika kantor Ibu kebetulan memiliki jam kerja fleksibel, ibu bekerja bisa lebih mudah bernegosiasi dengan atasan kapan Ibu siap kembali bekerja. Namun jika kantor Ibu sangat ketat dengan aturan waktu kerja, tentu kapan Ibu akan mulai menjadi ibu bekerja kembali ditentukan oleh berapa lama cuti yang diambil.

    Di Indonesia, rata-rata ibu bekerja memperoleh cuti hamil dan melahirkan selama tiga bulan. Hal ini berdasarkan UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyebutkan pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat (cuti) selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

    Namun tidak sedikit ibu bekerja yang memilih mengambil cuti 3 bulan sekaligus setelah melahirkan agar bisa lebih lama merawat buah hati sekaligus pemulihan diri pasca persalinan.

        

  2. Tentukan segera siapa yang akan mengasuh si kecil selama ibu bekerja

    Ini hal yang paling penting untuk dipikirkan sebelum ibu bekerja kembali. Kepada siapa tugas merawat si kecil akan didelegasikan? Apakah Ibu akan menyewa nannymempercayakan si kecil kepada orangtua atau keluarga, menitipkannya ke tempat penitipan anak (day care), atau justru membawanya serta ke kantor?

    Pikirkan matang-matang mana yang paling sesuai untuk ibu bekerja dan juga si kecil. Pertimbangkan juga kondisi finansial keluarga. Jika daycare  kurang sesuai dengan budget Ibu dan suami, sebaiknya cari opsi lain. Namun jika ibu bekerja memiliki dana cukup, tidak ada salahnya menitipkan si kecil ke daycare.  Apapun pilihan Ibu, yang terpenting orang atau lembaga tersebut haruslah yang dapat dipercaya dan kredibel.

    Jika memang keputusan Ibu dan suami jatuh kepada babysitter (nanny),  maka Ibu bisa meminta rekomendasi tetangga atau teman-teman kantor, di mana penyalur babysitter yang terpercaya. Jangan lupa lakukan wawancara calon nanny si kecil dengan teliti, crosscheck kalau perlu, dan tak lupa gunakan insting Anda sebagai seorang ibu.  

    Jika ibu bekerja menjatuhkan pilihan kepada daycare, lakukan survei ke berbagai daycare dengan matang. Cari tahu kesan-kesan ibu bekerja lain yang menitipkan anaknya di sana. Perhatikan juga fasilitas, cara pengasuh dalam memperlakukan anak-anak, kebersihan, dan tentu saja keamanannyaya Bu. Dengan begitu, Ibu bisa tenang saat bekerja.

    Mayoritas ibu bekerja memilih mempercayakan pengasuhan anaknya saat mereka kembali ngantor kepada orangtua, mertua, atau keluarga terdekat mereka. Namanya juga keluarga sendiri ya, tentu Ibu akan merasa lebih tenang dan aman saat meninggalkan si kecil untuk bekerja. Sebab, mereka pasti akan merawat dan menyayangi si kecil dengan tulus dan sepenuh hati.

       

  3. Bicara kepada atasan dan rekan kerja

    Ini juga tak kalah penting untuk diperhatikan menjelang ibu bekerja kembali ke kantor. Coba bicara kepada atasan, apakah ada kemungkinan meminta kelonggaran di minggu-minggu awal masuk kerja? Misalnya nih, untuk sementara Ibu bekerja dari rumah namun tetap keep in touch dengan rekan-rekan di kantor dan bersedia datang ke kantor jika memang sangat mendesak? Atau jika tidak bisa, mungkinkah Ibu masuk lebih telat atau pulang lebih awal selama beberapa hari untuk penyesuaian?

    Utarakan juga Ibu akan sering-sering memompa ASI saat bekerja atau sewaktu-waktu minta izin pulang jika ada keperluan mendadak terkait kondisi si kecil.

    Selain dengan atasan, Ibu bisa juga membicarakan mengenai kemungkinan-kemungkinan seperti di atas dengan rekan kerja. Katakan terus terang Ibu mungkin saja meminta bantuan mereka saat Ibu harus sewaktu-waktu pulang lebih cepat karena si kecil sakit atau membutuhkan kehadiran Ibu.

    Lauren Smith Brody, penulis The Fifth Trimester: The Working Mom’s Guide to Style, Sanity, and Big Success After Baby merekomendasikan ibu bekerja membawa bayinya ke kantor sebelum benar-benar masuk kembali. Dengan begitu, rekan kerja diharapkan bisa memahami kondisi Ibu yang baru saja melahirkan. 

       

  4. Lakukan 'test-drive'

    Sebelum akhirnya Ibu bekerja kembali, ada baiknya Ibu melakukan "test drive" supaya terbiasa. Misalnya gini, Bu, seminggu sebelum balik ngantor, Ibu bisa memulai rutinitas ala ibu bekerja. Bangun lebih awal, olahraga ringan agar lebih segar, mengurusi tetek bengek keperluan si kecil, kemudian mandi, sarapan, dan berangkat kerja.

    Terdengar tidak masuk akal karena harus begadang semalaman? Memang benar. Namun jika ibu bekerja tidak mulai membiasakannya, Ibu akan kesulitan ketika hari H  masuk kantor tiba. Ibu akan benar-benar sulit beradaptasi dengan jadwal Ibu. Jadi, tidak ada salahnya, kan mengawali adaptasi itu?

    Lori Mihalich-Levin, penulis  Back to Work After Baby: How to Plan and Navigate a Mindful Return from Maternity Leave mengamini hal ini. Ia mengatakan, pembiasaan di pagi dan sore hari sebelum masuk kantor yang sesungguhnya akan memudahkan ibu menjalani rutinitas bekerja kelak. Latihan ini akan menghilangkan stres di hari pertama ibu bekerja karena sudah terbiasa sebelumnya.

    Lalu bagaimana caranya? Begini, Bu. Misalkan jam kerja Ibu dimulai pukul 8 pagi, Ibu coba bangun subuh meskipun baru saja terlelap (karena Ibu habis menjalani rutinitas 2 a.m. Club). Mandikan dan susui si bayi sampai dia tampak kenyang, setelah itu menyiapkan printilan perlengkapan bayi yang akan dibawa ke daycare, siapkan juga baju kerja Ibu dan "perlengkapan tempur" Ibu selama di kantor (pompa ASI, kantong atau botol ASI, tas penyimpan ASI, dan lain-lain).

    Untuk menghemat waktu, ada baiknya perlengkapan bayi dan juga Ibu disiapkan pada malam hari, sehingga ketika pagi hari Ibu masih bisa curi waktu tidur sebelum berangkat ke daycare atau ke kantor.

    Jika ada nanny di rumah, tentu persiapan ibu bekerja akan lebih mudah karena Ibu tidak perlu menyiapkan printilan perlengkapan bayi untuk dibawa. Cukup menyiapkan briefing kepada nanny tentang apa-apa yang harus dilakukan terkait ASIP. Atau jika karena satu dan lain hal Ibu tidak bisa memberikan ASI, Ibu bisa memberi briefing kepada nanny, orangtua, atau siapapun yang Ibu titipi, bagaimana membuat susu formula untuk bayi Ibu.

    

8 tips agar ibu bekerja semangat saat kembali ngantor

 

  1. Hilangkan rasa bersalah

    Ketika ibu bekerja memutuskan untuk tetap ngantor pasca melahirkan, itu berarti Ibu sudah mempertimbangkan segalanya. Ibu tentu punya alasan mengapa harus tetap bekerja, entah itu karena kebutuhan finansial atau karena alasan lain. 

    Kembalinya ibu bekerja ke dunia kerja juga berarti Ibu siap dengan segala komitmen yang menyertainya. Disiplin di tempat kerja, bekerja secara profesional dan fokus pada urusan kerja selama berada di kantor adalah beberapa di antara komitmen tersebut.

    Namun, namanya juga ibu bekerja yang baru saja selesai menjalani cuti melahirkan, terkadang timbul perasaan bersalah terhadap si kecil. Apalagi jika selama cuti Ibu benar-benar mengurus sang buah hati sendiri. Setiap hari, ketika suami ngantor, Ibu hanya berdua dengan si kecil. Segala sesuatu Ibu lakukan bersama si kecil.

    Dampaknya, ketika Ibu harus kembali ke kantor, Ibu kerap dihantui rasa bersalah karena meninggalkan si kecil dengan orang lain, meski itu orangtua atau keluarga sendiri sekalipun. Hal ini sangat wajar, mengingat hormon kehamilan ibu pasca melahirkan masih ada. Ibu juga masih mengalami naik turun emosi dan suasana hati, sehingga tidak aneh jika Ibu masih sering baper, termasuk untuk urusan pendelegasian tugas kepada orang lain selama ibu bekerja seperti ini.

    Nah, supaya Ibu bisa tenang dan semangat saat menjalani hari-hari di kantor, ada baiknya Ibu membuang jauh-jauh perasaan bersalah itu. Yakinkan diri Ibu bahwa Ibu mengambil keputusan tetap bekerja dengan pertimbangan matang.

    Buang juga perasaan cemburu atau khawatir si kecil akan melupakan Ibu dan lebih dekat dengan kakek neneknya, nanny, atau siapapun yang menjaganya saat ibu bekerja. Toh memang mereka yang membantu Ibu merawat si kecil saat ibu tidak bersamanya, kan?  Dan Ibu bisa kembali bersama si kecil saat pulang kantor, betul tidak ?

    Perasaan tidak menentu seperti ini biasanya terjadi pada pekan-pekan awal ibu bekerja. Santai saja, itu normal, kok.  Biarkan perasaan itu muncul, tapi jangan terus-terusan. Sesegera mungkin hilangkan perasaan-perasaan tersebut karena memang ini adalah keputusan yang telah Ibu ambil berdasarkan pertimbangan yang matang.

    Ada tips menarik nih supaya pelan-pelan Ibu tidak baper lagi. Saat Ibu bekerja, Ibu boleh memikirkan si kecil setiap lima menit tiap jamnya. Pikirkan hal-hal menarik yang akan Ibu lakukan bersama si kecil nanti sepulang ngantor, atau tulis hal-hal menyenangkan tentang si kecil. Lima menit saja, ya. Selanjutnya, fokuslah bekerja sampai lima menit di jam berikutnya datang.

    Berpikir positif juga akan membuat Ibu tenang. Tidak ada manusia yang sempurna, namun setidaknya, Ibu adalah ibu yang baik bagi si kecil, istri yang baik, dan juga seorang profesional.

    Perasaan bersalah bukan hanya ditujukan untuk si kecil. Beberapa ibu bekerja merasa bersalah karena tidak bisa fokus bekerja atau meningkatkan performa kerjanya pasca cuti melahirkan. Pikiran kerap bercabang antara urusan kerja dengan urusan domestik seperti memompa, menelepon orangtua, nanny, atau daycare untuk menanyakan perkembangan anak hari itu, dan urusan-urusan "dalam negeri" lainnya.

    Akibatnya, Ibu merasa malu dengan atasan atau rekan kerja karena tidak bisa bekerja dengan baik. Merasa bersalah karena sering meminta bantuan atau dispensasi dari mereka. Hey, nggak usah berpikir seperti itu, Bu. Justru sebaliknya, Ibu sekarang jadi bisa multitasking seperti seorang master, lho! Bisa membesarkan anak sekaligus bekerja profesional.

    So, semangat ya, Bu!

       

  2. Stay connected

    Meski tidak berada di dekatnya, namun Ibu bisa tetap terhubung (stay connected) dengan si kecil via WA, video call, atau telepon. Ibu bisa menanyakan kabar dan perkembangan si kecil hari ini kepada orang yang Ibu titipi, entah itu kakek nenek si kecil, nanny, atau daycare. Dengan mengetahui perkembangan si kecil, Ibu dapat bekerja dengan tenang dan semangat.

    Atau jika ternyata si kecil tidak sehat, Ibu bisa meminta izin kantor untuk pulang lebih awal atau izin sebentar membawa si kecil ke dokter.

       

  3. Siapkan 'peralatan tempur'

    Namanya juga ibu bekerja dengan anak bayi, tentu ibu perlu mempersiapkan "peralatan tempur" seperti pompa ASI, kantong atau botol ASI, cooler bag untuk menyimpan ASIP, nursing pads ekstra, dan aneka printilan lain yang diperlukan.

       

  4. Selalu sedia camilan sehat di laci

    Nah, tips ini paling banyak dipraktikkan ibu bekerja yang baru saja melahirkan. Sedia camilan sehat di laci meja kerja Ibu. Namanya juga ibu menyusui (busui), tentu mudah lapar dan itu berarti Ibu membutuhkan asupan sehat dan bergizi yang cukup sering. Siapkan juga booster ASI seperti teh atau susu pelancar ASI.

        

  5. Pajang foto si kecil di meja kerja

    Aah, ini benar-benar booster suasana hati yang bagus: memajang foto si kecil. Siapa tidak senang kerja ditemani buah hati? Karena tidak mungkin membawanya ke kantor, maka Ibu bisa memajang foto si kecil di meja kerja sehingga Ibu bisa memandangi wajahnya yang imut kapanpun Ibu mau. Jadi semangat kerja lagi kan Bu kalau begini?

       

  6. Kenakan pakaian yang nyaman dan busui friendly

    Baju kerja yang nyaman dan busui friendly akan membuat Ibu tenang saat harus memompa ASI di kantor.  Tentu Ibu belum bisa mengenakan baju kerja Ibu yang lama, karena tubuh Ibu memerlukan waktu beberapa bulan lagi untuk bisa kembali ke bentuk semula. Tapi nggak apa-apa, karena kenyamanan saat memompa ASI jauh lebih penting saat ini, kan Bu?

       

  7. Bawa 'oleh-oleh' untuk si kecil saat pulang

    Dengan "peralatan tempur" yang lengkap dan baju kerja yang nyaman dan busui friendly, Ibu siap membawa pulang "oleh-oleh" yang sangat berharga untuk si kecil: ASIP segar. 

        

  8. Pikirkan untuk resign jika memang tidak sanggup

    Meski sudah mencoba segala cara agar bisa konsentrasi bekerja dan percaya penuh kepada pengasuh yang merawat buah hati Ibu selama Ibu bekerja dan ternyata Ibu masih juga baper, itu berarti Ibu perlu berpikir ulang.

    Atau jika Ibu sebenarnya masih senang bekerja namun tidak kuat menghadapi fakta bahwa Ibu sangat kurang istirahat di malam hari sehingga di kantor sangat kelelahan dan mengantuk, sehingga dikhawatirkan mengalami depresi pasca melahirkan, tidak ada salahnya jika Ibu mempertimbangkan kembali keputusan bekerja Ibu.

    Bicarakan masalah ini dengan pasangan Ibu. Mintalah sarannya, apakah resign adalah keputusan terbaik untuk Ibu. Ibu juga perlu memikirkan ulang keputusan Ibu bekerja kembali. Apakah benar-benar Ibu perlu bekerja dan akan merasa enjoy menjalani dua peran sekaligus --sebagai ibu rumah tangga dan sebagai ibu bekerja-- atau justru sebaliknya.

    Ada beberapa wanita yang justru merasa nyaman bisa kembali bekerja pasca melahirkan, dan menantikan benar momen-momen masuk kerja kembali. Namun tidak sedikit yang justru merasa peran ganda semacam ini membebaninya.

    Nah, jawabannya ada pada Ibu sendiri. Apakah Ibu benar-benar menikmati peran sebagai ibu bekerja atau tidak? Kalau tidak, pikirkan untuk resign daripada Ibu malah tertekan sendiri. Namun, keputusan berhenti ini sebaiknya diambil tidak pada bulan-bulan awal Ibu kembali ke kantor, karena namanya juga masih masa transisi. Cobalah setidaknya selama tiga bulan, jika tetap tidak ada perubahan, mungkin memang itu saatnya Ibu menyudahi kerja profesional Ibu.

    Namun jika sebelum tiga bulan itu Ibu merasa sangat tertekan dan bahkan mengalami tanda-tanda depresi pasca melahirkan, tidak ada salahnya Ibu meminta bantuan profesional. Ingat Bu, kesehatan mental dan kebahagiaan Ibu dan keluarga adalah prioritas.

    

Kapan waktu yang tepat ibu bekerja kembali setelah melahirkan?

Kebanyakan dokter kandungan merekomendasikan ibu baru menunggu sekurangnya enam minggu sebelum kembali melakukan aktivitas rutin, termasuk kembali bekerja ke kantor. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan sebelum ibu bekerja kembali, yakni pemulihan ibu pasca persalinan, seberapa bagus hubungan menyusui ibu dan anak, serta seberapa lama seorang ibu ingin dekat dengan bayinya yang baru lahir.

Pertimbangan lain adalah kondisi fisik ibu yang masih kelelahan akibat kurang tidur. Hal ini biasa terjadi pada minggu-minggu pertama setelah melahirkan. Mintalah rekomendasi dokter kandungan Ibu kapan waktu yang tepat Ibu bekerja kembali.

Bagaimana jika kembali bekerja terlalu dini? Bisa saja. Semua tergantung kesiapan dan kondisi masing-masing ibu. Namun dikhawatirkan Ibu akan mengalami kelelahan ekstrem yang memicu terjadinya postpartum depression alias depresi pasca melahirkan.


(Dini / Dok: pixabay)