Keluarga

Terapkan 8 Cara Ini Untuk Mengatasi Post Power Syndrome

Terapkan 8 Cara Ini Untuk Mengatasi Post Power Syndrome

Pernahkah Ibu dan Ayah mendengar istilah post power syndrome? Istilah ini seringkali digunakan untuk mengidentifikasi sebuah gangguan psikologis yang biasa dialami oleh orang lanjut usia atau orang yang telah memasuki masa pensiun. Seseorang yang mengalami post power syndrome telah kehilangan kekuasaan terhadap pekerjaannya, sehingga merasa dirinya tidak lagi berharga seperti saat bekerja.

Hal ini juga bisa dialami oleh seseorang yang meski tidak bekerja di sebuah instansi, tetapi sebelumnya aktif berkegiatan di sekitar, kemudian memasuki masa tidak lagi ‘dibutuhkan’. Seperti para Ibu yang tidak bekerja di luar rumah dan mengasuh anak-anak. Ketika semua anak sudah mandiri, post power syndrome juga bisa menyerang para Ibu ini. Meski begitu, ada pula serangan post power syndrome pada seseorang yang belum pensiun. Biasanya terjadi pada mereka yang pindah bekerja dengan pekerjaan di tempat baru jabatannya lebih rendah daripada tempat sebelumnya. Sehingga seolah-olah orang tersebut menunjukkan kekuasaan yang sama seperti saat mengemban jabatan di kantor sebelumnya.

Lantas, post power syndrome sendiri memiliki arti seperti apa sih?
Sebuah penelitian di tahun 2013 yang diterbitkan E-Journal Kementrian Sosial menyebutkan bahwa post power syndrome merupakan kondisi kecemasan dalam menghadapi pensiun. Hal ini didasarkan pada mayoritas penderitanya adalah orang-orang yang telah memasuki masa pensiun atau orang tua yang sebelumnya tidak bekerja namun tidak lagi memiliki kesibukan seperti sebelumnya.

Kedudukan pada pekerjaan sebelumnya, kesibukan dan rutinitas padat sebelum masa pensiun, membuat orang lanjut usia yang mengalami post power syndrome merasa hidupnya di masa pensiun tidak menyenangkan. Sehingga lebih sering marah-marah dan berkonflik dengan anggota keluarga lainnya. Contoh mudahnya biasanya terlihat dari konflik mertua perempuan-menantu perempuan yang cukup banyak dialami. Mertua yang usianya lebih lanjut cenderung banyak mempermasalahkan cara menantunya mengurus anak, melayani suami, atau mengerjakan pekerjaan rumah. Bukan, bukan karena benci. Tetapi karena para mertua perempuan ini sebelumnya memiliki kekuasaan penuh terhadap anak laki-laki dan rumahnya. Sehingga ketika kini kekuasaan itu berpindah pada menantu perempuannya, sisi alami psikologisnya merasa tersaingi. Untuk menutupinya, mereka memilih untuk berkonflik.

Penyebab Orang Mengalami Post Power Syndrome

Nah, penyebab apa saja sih yang memicu parahnya post power syndrome pada seseorang?

  • Ketidaksiapan menghadapi masa pensiun: Terlalu terlena dengan pekerjaan dan kurang memikirkan apa yang akan dilakukan nanti saat pensiun.

  • Kekuasaan dan kedudukan di pekerjaan sebelumnya tinggi, sehingga ketika pensiun tidak memiliki kedudukan dianggap sebagai sesuatu yang mengecewakan.

  • Tidak menyiapkan alih pekerjaan atau alih kegiatan. Sehingga saat pensiun jadi merasa tidak memiliki sesuatu untuk dikerjakan.

  • Terlalu fokus pada pekerjaan dan tuntutan sosial: Yup, fokus pada pekerjaan sehingga kurang memperhatikan kebutuhan jiwa nanti saat pensiun. Tuntutan sosial untuk menghidupi tidak hanya keluarga tapi juga orang tua di atasnya turut berpengaruh dalam hal ini. Ini kemudian menjadi lingkaran yang tidak bisa putus. Karena orang tua dibiayai anak sehingga anak dalam usia produktif tidak bisa menyiapkan keuangannya untuk pensiun. Di masa pensiun akhirnya anak tersebut menuntut dibiayai juga oleh anaknya. Stigma sosial juga berpengaruh dalam hal ini. Masyarakat menilai bahwa orang lanjut usia dalam masa pensiun tidak bisa mandiri atau menghidupi dirinya sendiri sehingga semua harus dibiayai oleh anak-anaknya. Maka yang terjadi adalah pengulangan kondisi di masa depan. Anak-anak mereka tidak bisa menghidupi dirinya di masa pensiun.

  • Ketidaksiapan ditinggal pasangan. Seringkali di masa pensiun, penyebab yang satu ini memperparah keadaan. Karena hati tidak siap ditinggalkan pasangan yang meninggal lebih dulu, maka kondisi psikologis di masa tua semakin terganggu.

Lantas, bagaimana gejala yang ditunjukkan seseorang dengan post power syndrome?

  • Mudah marah dan tersinggung;

  • Cemas berlebihan;

  • Merasa tidak dihargai;

  • Sulit tidur dan kehilangan nafsu makan;

  • Merasa kesepian;

  • Sedih berlarut-larut;

  • Kehilangan minat melakukan sesuatu;

  • Selalu merasa bersalah;

  • Mudah lelah;

  • Stres; dan

  • Suka mengatur orang lain tetapi tidak suka diatur.

Dampak Post Power Syndrome Pada Keluarga dan Orang Sekitar

Dari gejala-gejala tersebut, dapat ditemukan bahwa mereka yang mengalami post power syndrome kesulitan membuka diri untuk hal baru. Sehingga baik bagi seseorang untuk mencegah sindrom ini sebelum terkena. Karena dampak yang terjadi juga cukup banyak, lho. Seperti di bawah ini:

  • Orang-orang seperti rekan kerja menghilang karena tidak saling menghubungi lagi setelah pensiun. Sehingga lebih rentan stress karena tidak lagi memiliki teman sebaya.

  • Sumber keuangan menghilang karena tidak mempersiapkan diri untuk masa pensiun. Bukan hanya tabungan yang dibutuhkan, lho. Tapi juga alih pendapatan, seperti pekerjaan sampingan yang disiapkan untuk mengisi hari di masa tua dan menambah pendapatan.

  • Kepercayaan diri hilang dan merasa tidak berguna.

  • Sukar membaur dengan lingkungan baru, karena selama ini hanya berbaur dengan lingkungan kerja saja.

  • Sering bersitegang dengan keluarga karena merasa pendapatnya tidak lagi sepenting saat di pekerjaan.

  • Suka mencampuri urusan keluarga lainnya agar merasa kembali dibutuhkan.

  • Kemampuan fisik menurun karena cemas berlebihan mempengaruhi kondisi fisik.

Dampak tersebut tidak hanya akan mempengaruhi penderita, tapi juga keluarganya. Banyak orang tua pada momen ini sungguh merasa dijauhi oleh keluarganya. Tidak lain karena keluarga merasa para orang tua ini tidak memahami mereka dan hanya bisa marah-marah. Kondisi ini sebenarnya berasal dari psikologis penderita sendiri. Apabila sebelumnya telah mempersiapkan mental, fisik dan finansial untuk masa pensiun, maka perubahan yang terjadi tidak akan begitu besar. Sehingga keluarga akan lebih bisa menerima sikap para orang tua.

Tips Mengatasi Post Power Syndrome

Agar terhindar dari post power syndrome, bisa mencoba hal-hal berikut ini untuk mengatasinya ya:

  1. Persiapkan dana pensiun

    Sebenarnya tidak ada patokan pasti untuk menyiapkan dana pensiun, tetapi bisa menganggarkan 15-20% penghasilan untuk dana pensiun sudah cukup bagus, lho. Disamping mempertimbangkan hal lain seperti cicilan keluarga dan kebutuhan pribadi, tidak ada salahnya berinvestasi jangka panjang dalam bentuk logam mulia, reksadana, properti, atau pilihan investasi lainnya.

  2. Pelajari alih kemampuan

    Karena fakta menyisihkan dana pensiun tidak semulus yang direncanakan, mempelajari alih kemampuan, atau kemampuan di luar pekerjaan utama, dapat membantu kondisi ekonomi dan kejiwaan saat pensiun nanti. Artinya, dengan kemampuan baru yang dipelajari saat ini, dapat digunakan untuk mendapatkan penghasilan lagi saat pensiun. Selain itu, tetap sibuk dengan kemampuan ini akan membantu seseorang terhindar dari post power syndrome. Tidak mudah marah, selalu merasa dibutuhkan dan tidak kesepian. Aktivitas yang masih berjalan juga membantu orang tua tidak cepat pikun, lho.

  3. Kelola hobi dan minat

    Serupa dengan belajar alih kemampuan, mengelola hobi dan minta bisa mengisi waktu luang yang akan tersedia lebih banyak saat pensiun. Semakin untung jika hobi malah mendatangkan rupiah, nih.

  4. Rencanakan kegiatan

    Traveling dengan pasangan, membuka usaha baru, atau ikut serta dalam kegiatan sosial dapat masuk sebagai rencana kegiatan di masa pensiun untuk menghindari post power syndrome. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya untuk membunuh waktu sepi sehingga tidak ada perbedaan saat sebelum atau sesudah pensiun.

  5. Olahraga

    Berolahraga rutin dapat membantu mengaktifkan sel tubuh. Pikiran dan psikologis jadi lebih bahagia dengan rutin berolahraga. Selain itu aktivitas ini dapat menjaga kesehatan di masa tua.

  6. Aktif mengikuti kegiatan di lingkungan

    Seringkali orang yang dalam masa pensiun kehilangan teman dan rekan kerjanya. Tetapi, jika aktif mengikuti kegiatan di lingkungan sekitar rumah seperti kegiatan RW, bakti sosial masyarakat, kerja bakti, acara kenegaraan, orang-orang ini akan lebih merasa dibutuhkan. Karena orang tua biasanya menjadi sumber untuk dimintai pendapat, saran, dan nasehat.

  7. Tetap Menjalin hubungan dengan rekan kerja

    Menjalin hubungan dengan rekan kerja dapat membantu seseorang mengalami post power syndrome. Karena mereka tidak kehilangan teman di masa tuanya.

  8. Memperoleh dukungan keluarga

    Ini adalah poin penting. Menghindari post power syndrome tidak hanya dilakukan oleh yang bersangkutan sendiri, tetapi juga keluarganya. Keluarga haruslah memberikan dukungan psikis yang benar agar seseorang yang menjalani masa pensiunnya dapat menjalani kehidupannya dengan bahagia. Dukungan bukan berarti harus wajib membiayai, ya. Tidak masalah jika ingin memberi biaya untuk orang tua yang sudah pensiun. Tetapi memberi modal usaha baru, atau memberikan aktivitas baru bagi mereka juga bentuk dukungan yang baik.

Menghindari post power syndrome perlu kerjasama antara yang bersangkutan dengan keluarganya. Bahagia tidak melulu soal uang, kan. Waktu yang bermakna, aktivitas yang bermanfaat, serta kehadiran keluarga dapat membantu seseorang melalui masa pensiunnya dengan lebih menyenangkan.

Penulis: Dwi Ratih