Berita tentang perusakan rumah ibadah, pelarangan kegiatan keagamaan, atau bahkan pengusiran warga dari suku atau kelompok tertentu rasanya sudah terlampau sering kita dengar. Menyedihkan sekali ya, Bu. Peristiwa semacam ini sesungguhnya bisa jadi hikmah sekaligus pengingat berharga bagi setiap orang tua untuk tak luput mengajarkan toleransi pada anaknya sedini mungkin.
Ya, belajar soal toleransi dan menghargai sesama memang rasanya tak cukup hanya dari bangku sekolah. Sebagai “sekolah” pertama untuk anak-anaknya, orang tua juga punya andil besar untuk menanamkan nilai-nilai toleransi sejak kecil, bahkan sejak sebelum ia bisa berbicara dan mengenyam pendidikan formal.
Mengapa Orang Tua Perlu Mengajarkan Toleransi pada Anak?
Sebelum bahas lebih lanjut soal pentingnya mengajarkan toleransi pada anak, Ibu perlu lebih dulu tahu sebetulnya apa sih pengertian toleransi itu? Menurut Declaration of Principles on Tolerance yang diadopsi oleh UNESCO pada 1995, toleransi adalah sikap saling menghargai, menghormati, serta memahami antar-individu maupun kelompok dalam keanekaragaman suku, agama, ras, budaya, pendapat, sudut pandang, ekspresi gender, karakter, hak asasi, dan lainnya.
Sikap toleransi inilah yang menjadi kunci perdamaian di tengah masyarakat. Tanpa nilai toleransi yang positif, diskriminasi pasti bakal terjadi di mana-mana. Kalau sudah begini, bukan nggak mungkin terjadi permusuhan dan kekacauan yang merugikan banyak pihak. Ngeri sekali kan, Bu?
Kelak, anak-anak kita akan menapaki dunianya sendiri dan belajar hal-hal baru, berkunjung ke tempat baru, dan bertemu orang-orang baru dengan karakter dan budaya yang mungkin sangat berbeda dengan dirinya. Untuk bisa “survive” dan beradaptasi dengan hal ini, anak butuh bekal besar bernama toleransi. Itulah kenapa, Bu, sebagai orang tua kita wajib mengajarkan toleransi pada anak. Anak yang tumbuh dengan nilai-nilai toleransi diketahui lebih dapat:
Menghargai sesama;
Menciptakan suasana hidup rukun;
Menghormati teman-teman lain yang berbeda budaya dan keyakinan;
Menghormati pendapat orang lain yang berbeda darinya;
Tenang dalam menyikapi perbedaan;
Menghormati hak pribadi orang lain;
Menjalin komunikasi yang lebih positif dan terbuka;
Mudah beradaptasi di lingkungan baru; dan
Terhindar dari permusuhan.
Cara Mengajarkan Toleransi pada Anak Sejak Dini
Kita selalu bisa mengubah apa pun dari langkah terkecil. Sama halnya jika kita ingin menciptakan dunia yang ramah, damai, dan penuh toleransi, kita bisa memulainya dari anak-anak kita. Ya, anak kecil adalah makhluk polos yang masih belajar membangun persepsi mereka tentang dunia.
Ya, apa yang diterima sejak kecil, itulah yang akan ia percayai dan terapkan sepanjang hidupnya. Bayangkan, Bu, gimana kalau anak justru kerap melihat contoh yang buruk dari lingkungan sekitarnya? Nah, itulah kenapa anak perlu mempunyai role model atau influencer yang baik dan selalu menanamkan nilai-nilai positif sepanjang hidupnya.
Lalu bagaimana sih cara mengajarkan toleransi pada anak sejak dini, baik itu toleransi beragama, toleransi dalam kehidupan sosial, dan lainnya? Ibu bisa mencoba tips-tips berikut.
Mulai dari Diri Sendiri
Ingat, anak kecil belajar dengan melihat. Apa yang dilakukan orang tuanya, itulah yang akan ia tiru. Jika Ibu ingin mengajarkan toleransi dan nilai-nilai keberagaman pada si kecil, mulailah dari diri sendiri.
Alih-alih berteori ini itu dan meminta anak untuk belajar menghormati orang lain, coba beri contoh langsung di depan anak. Paparkan mereka pada kebiasaan-kebiasaan positif seperti menghormati orang lain yang berbeda keyakinan, berteman dengan kawan-kawan dari suku atau budaya berbeda, mendengarkan orang lain berbicara tanpa interupsi, dan sebagainya.
Dengan memberikan contoh langsung, otak anak akan memproses kebiasaan-kebiasaan positif yang dilakukan orang tuanya sebagai nilai yang akan ia pegang seumur hidupnya.
Jangan Bicara Buruk di Depan Anak
Masih berkaitan dengan poin nomor satu, orang tua perlu mengingat baik-baik bahwa anak selalu mendengarkan. Kids are always listening! Jadi, berhati-hatilah saat berbicara tentang orang lain, terutama orang-orang yang punya value yang berbeda dengan diri kita.
Mengajarkan toleransi bisa dilakukan dengan menghindari berbicara buruk atau mengejek orang lain, terutama saat di depan anak. Kurangi kebiasaan labeling dan stereotyping, apalagi membuatnya sebagai bahan lelucon. Berkelakar tentang kondisi orang lain bukan hal yang lucu lho, Bu. Ini Justru dapat menciptakan sikap intoleransi pada diri anak.
Hati-Hati Pilih Media Belajar
Perkembangan teknologi memang memudahkan anak dalam mengakses beragam bahan untuk belajar, baik itu buku, mainan, film, lagu, atau video. Namun, Ibu juga perlu ekstra waspada sebab nggak sedikit media belajar seperti gadget yang isinya justru kurang sesuai dengan nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan.
Ya, ideologi mudah sekali diserap anak-anak lewat buku yang ia baca atau video yang ia tonton. Media dan budaya pop memang punya efek dahsyat dalam membentuk persepsi dan perilaku anak-anak kita.
Biar nggak salah langkah, usahakan Ibu selalu memantau apa yang dibaca dan ditonton anak, ya. Pastikan media tersebut tidak berisi pesan-pesan negatif yang berdampak buruk bagi identitas diri dan persepsinya dalam melihat dunia.
Hormati Perbedaan
Cara lain mengajarkan toleransi kepada anak adalah dengan memberikan pemahaman bahwa perbedaan adalah sesuatu yang sangat wajar. Beri tahu anak bahwa keberagaman ini lah yang menjadikan hidup lebih indah dan berwarna.
Mengajari anak untuk menghormati perbedaan bisa dimulai dengan menghargai keyakinan setiap anggota keluarga. Bukan hanya soal agama atau kepercayaan, anak juga perlu dituntun untuk menghormati kondisi fisik, pilihan hidup, pemikiran, minat, kemampuan, dsb. yang dimiliki orang lain.
Biasakan Anak Berada di Lingkungan yang Beragam
Lingkungan yang beragam adalah guru yang ideal bagi anak untuk belajar soal toleransi. Jadi, sebisa mungkin biasakan anak berada di lingkungan yang beragam, baik dalam hal agama, suku, maupun lain-lainnya.
Biarkan anak berbaur dan bergaul dengan teman-teman lain yang berbeda kepercayaan dengannya. Salah satu caranya adalah dengan mendaftarkannya di sekolah atau terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman.
Dengan membiasakan anak berada di lingkungan yang heterogen, ia akan lebih mudah paham bahwa “dunia tak hanya berputar di sekelilingnya”. Masih banyak kepercayaan atau kondisi lain yang juga harus ia hormati. Di sinilah anak paham konsep toleransi.
Tumbuhkan Harga Diri Anak
Ya, sikap toleransi ternyata juga dimulai dari diri anak sendiri lho, Bu. Menurut sebuah artikel yang dipublikasikan oleh Rady Children’s Hospital San Diego, anak-anak dengan self-esteem yang tinggi cenderung lebih bisa menghormati dan menghargai orang lain dibanding anak-anak yang kurang percaya diri.
Itulah kenapa penting bagi orang tua untuk menumbuhkan harga diri anak. Bantu anak untuk selalu membangun persepsi yang baik tentang dirinya. Ciptakan juga lingkungan aman yang membuat si kecil merasa bahwa dirinya dicintai, dihargai, dan dihormati. Apa yang ia dapatkan dari orang tuanya, itulah yang akan ia lakukan pada orang lain.
Ajak Anak Belajar Mengenal Agama Lain
Tips lain untuk mengajarkan toleransi kepada anak adalah dengan mengenalkannya pada agama-agama lain di luar kepercayaannya. Jelaskan pada si kecil apa saja agama yang diakui di Indonesia, apa nama tempat ibadahnya, hari liburnya, tradisi apa saja yang dilakukan umat agama tersebut pada hari raya, dan lain-lain.
Dengan mengenalkan agama-agama lain dan tradisinya pada anak, ia jadi paham ada keyakinan lain yang sama-sama perlu dihormati dan dihargai. Kelak saat dewasa, ia takkan melihat orang yang berbeda kepercayaan dengannya dengan cara yang negatif.
Berikan Jawaban yang Simpel dan Jujur
Mengajarkan toleransi pada anak juga perlu disertai dengan (salah satunya) pemahaman pentingnya kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan. Bagaimana caranya? Jawab setiap pertanyaan anak dengan jujur dan simpel meskipun kadang-kadang apa yang ia tanyakan menyangkut topik yang tabu atau bahkan memalukan.
Ingat, cara Ibu merespons pertanyaan anak akan membentuk persepsi di pikirannya tentang sesuatu. Jangan sampai ini berakhir pada stereotyping ya, Bu. Misalnya saat anak bertanya atau berkata,
Anak: “Mita kan cewek. Cewek kok main bola sih, Bu”
Ibu: “Nggak papa, Nak. Cewek juga boleh dong main bola. Kesukaan orang bisa beda-beda.”
Anak: “Ibu, kok kakak itu duduk di kursi yang ada rodanya, sih?”
Ibu: “Iya, itu namanya kursi roda, Sayang. Kursinya bisa bergerak buat bantu jalan si kakak karena kakinya sakit.”
Ajari Anak untuk Belajar Saling Memahami
Sama halnya dengan kebencian, prasangka, fanatisme, dan intoleransi, sikap toleransi juga perlu dipupuk sedini mungkin. Mengajarkan toleransi kepada buah hati bisa dilakukan dengan mengajarinya tentang sikap peka, empati, dan menerima.
Makin cepat kita mulai, makin besar kesempatan yang kita miliki untuk mencegah sikap dan perilaku negatif melekat pada diri anak, salah satunya sikap intoleransi dan diskriminasi terhadap sesama.
Traveling
Ternyata traveling bisa menjadi cara yang seru untuk mengajarkan toleransi kepada anak lho, Bu. Ajak anak pergi ke tempat-tempat yang belum pernah ia kunjungi. Bila memungkinkan, ajak ia tinggal di lingkungan yang secara kultur sangat berbeda dengan tempat tinggal sebelumnya.
Cara ini memungkinkan anak untuk terekspos serta tumbuh di lingkungan yang penuh keberagaman. Selain menambah wawasan dan pengalaman, traveling juga akan memberikan pemahaman mendalam di benak anak bahwa budaya di seluruh dunia ternyata sangat beragam.
Bicara Perbedaan dengan Penuh Rasa Hormat
Jika Ibu ingin mengajarkan toleransi pada anak, usahakan untuk berbicara tentang perbedaan dengan penuh rasa hormat, ya. Ajak anak ngobrol soal perbedaan yang ada di tengah keluarga atau teman-teman (misalnya soal warna kulit, postur tubuh, hobi, dll).
Selipkan juga pesan-pesan positif bahwa meskipun dari luar terlihat berbeda, sesungguhnya kita semua adalah sama-sama manusia yang saling membutuhkan. Dan oleh karena itu harus menghargai satu sama lain. Yang terpenting, jangan pernah menormalisasi ejekan karena besar kemungkinan anak akan menirunya.
Sikap toleransi semestinya ditunjukkan dengan rasa menghargai dan hormat kepada sesama, menyingkirkan stereotip, dan terjalinnya ikatan persaudaraan. Sebaliknya, toleransi bukan berarti memaklumi segala tindakan orang lain. Perilaku buruk seperti menyakiti orang lain, mem-bully, menghina, dan semacamnya tentu bukan sesuatu yang patut ditoleransi, kan?
Mengajarkan toleransi kepada anak juga tak serta-merta akan membuat kita kehilangan jati diri. Kita bisa kok, Bu, saling bertoleransi sambil tetap berpegang teguh pada nilai dan keyakinan yang kita percaya. Nah, semoga Ibu bisa mengaplikasikan tips mengajarkan toleransi ini dengan mudah pada buah hati Ibu, ya!
Penulis: Kristal
Editor: Dwi Ratih