Kesehatan

Kenali Defisiensi Biotinidase pada Bayi dan Anak

Kenali Defisiensi Biotinidase pada Bayi dan Anak

Banyak orangtua yang belum mengetahui soal defisiensi biotinidase, padahal jika senyawa tersebut tidak berada pada jumlah yang seharusnya di tubuh dapat menghambat tumbuh kembang anak. Tubuh manusia memiliki sistem metabolisme yang bekerja saling berkaitan. Senyawa-senyawa yang diproduksi tubuh bertujuan untuk memecah elemen-elemen makanan agar diproses sehingga tubuh mendapatkan nutrisi yang penting untuk tumbuh kembangnya.

Bayi disarankan melakukan skrining awal tumbuh kembang agar dapat diketahui jika ada masalah defisiensi yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang. Defisiensi biotinidase kerap menjadi masalah bagi bayi. Bagaimanakah tanda-tanda defisiensi biotinidase dan cara mengobatinya?

Apa itu defisiensi biotinidase?

Kekurangan biotin (vitamin B7) atau defisiensi biotinidase adalah kondisi bawaan di mana tubuh tidak dapat menggunakan kembali atau mendaur ulang vitamin biotin. Tubuh penderita defisiensi biotinidase mengalami kesulitan untuk memecah protein, lemak, dan karbohidrat secara efektif karena tubuh merupakan biotin bebas. Hal ini berdampak pada tubuh penderitanya yang menjadi kurang mampu memproses nutrisi penting.

Penyebab defisiensi biotinidase

Defisiensi biotinidase adalah kondisi genetik resesif autosomal yang merupakan penyakit yang diwariskan. Ini artinya seorang anak yang memiliki defisiensi biotinidase mewarisi dua salinan gen yang tidak berfungsi untuk biotinidase. Satu dari masing-masing pihak orang tua sehingga sang anak memiliki kondisi tersebut.

Menurut situs Medlineplus, defisiensi biotinidase terjadi pada gen BTD. Gen BTD menyediakan instruksi untuk membuat enzim yang bernama biotinidase. Enzim ini mendaur ulang biotin yang merupakan vitamin B. Biotinidase melepaskan biotin yang mengikat protein pada makanan sehingga hingga biotin tersebut dalam keadaan bebas. Kemudian biotin bebas ini membutuhkan enzim yang bernama biotinidase untuk memecah lemak, karbohidrat dan protein.

Mutasi pada gen BTD mengurangi aktivitas biotinidase. Tanpa enzim yang cukup, biotin tidak dapat didaur ulang. Biotin bebas ini dapat membentuk menjadi senyawa berbahaya bagi tubuh. Jika kondisi ini tidak diatasi segera, senyawa berbahaya ini berpotensi merusak berbagai sel dan jaringan.

Gejala bayi mengalami defisiensi biotinidase

Ada dua jenis defisiensi  biotinidase berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu profound biotinidase deficiency yang parah dan partial biotinidase deficiency yang ringan. Kedua tipe defisiensi biotinidase ini terjadi pada 1 dari 60.000 kelahiran. Tanda-tanda defisiensi biotinidase pada anak muncul dalam beberapa bulan setelah bayi lahir. Dalam beberapa kasus, gejalanya malah tidak muncul sampai masa kanak-kanak. Inilah mengapa skrining awal dan identifikasi pada bayi sangat penting.

Tanda-tanda yang dapat dilihat pada defisiensi biotinidase adalah:

  • Kejang;
  • Kesulitan bernapas;
  • Ruam kulit;
  • Tonus otot lemah (hipotonia). Melemahnya otot yang ditandai dengan kepala dan bahu  yang terkulai serta melemasnya anggota gerak bawah;
  • Rambut rontok;
  • Keseimbangan bermasalah; dan
  • Infeksi jamur yang disebut kandidiasi.

Tanda-tanda defisiensi biotinidase di atas dapat dipicu oleh penyakit atau infeksi.

Dampak defisiensi biotinidase

Dampak jangka pendek

Banyak orangtua yang belum memahami dampak dari defisiensi biotinidase. Padahal, penyakit ini tidak bisa disepelekan begitu saja. Dampak ringan yang dialami bayi adalah bisa jadi bayi sering mengalami cradle cap atau kerak di kepala. Tidak hanya itu, bayi yang mengalami defisiensi biotinidase dapat mengalami berbagai masalah kulit lainnya, kehilangan pendengaran dengan berbagai tingkat keparahan, hingga kejang  yang dapat menimbulkan kerusakan di jaringan otak.

Dampak jangka panjang

Defisiensi biotinidase dapat mengakibatkan dampak jangka panjang yang nantinya menyebabkan masalah kulit, rambut, otak dan saraf, hingga sistem pencernaan. Pada orang dewasa, gejala rambut rapuh dan rontok bisa berkembang menjadi kebotakan kulit kepala atau istilah medisnya alopecia. Dampak jangka panjang defisiensi biotinidase meliputi:

  • Asidosis laktat: saat kadar asam laktat dalam tubuh terlalu tinggi;
  • Aciduria: saat kadar urin tidak normal;
  • Konjungtivitis: Peradangan pada selaput bola mata dan kelopak bagian dalam;
  • Gangguan saraf: halusinasi dan letargi; dan
  • Gangguan pendengaran sensorineural dari tingkat ringan hingga berat.

Pengobatan defisiensi biotinidase

Bayi akan mengkonsumsi obat yang doktor resepkan secara rutin. Sayangnya, obat defisiensi biotinidase ini harus dikonsumsi seumur hidup akibat ketidakmampuan tubuh untuk memecah lemak, protein, dan karbohidrat secara efektif.

Saat bayi hanya mengkonsumsi ASI atau susu formula saja, obat dapat dihancurkan dan dicampur ke susu setiap hari. Obat biotin juga hadir dalam bentuk kapsul. Kapsul dapat dibuka dan isinya dapat dicampur dengan ASI atau susu. Saat bayi sudah dapat mengkonsumsi makanan padat, biotin dapat dicampur ke dalam makanan yang diberikan kepada bayi. Jika anak sudah dapat menelan obat sendiri, obat biotin tidak perlu dicampur dengan apa pun.

Makanan yang kaya biotin

Berdasarkan angka kecukupan gizi di Indonesia, orang dewasa membutuhkan biotin sekitar 30 mikrogram per hari sementara anak-anak membutuhkan 5-25 mikrogram per hari. Ibu hamil dan menyusui membutuhkan biotin 35 mikrogram setiap harinya.

Berikut makanan yang kaya biotin yang bisa dikonsumsi:

  • Daging sapi dan kambing (terutama organ hati);
  • Ikan-ikanan;
  • Kuning telur;
  • Kacang-kacangan;
  • Biji bunga matahari;
  • Buah-buahan seperti alpukat dan pisang;
  • Sayuran seperti bayam, brokoli, kembang kol, jamur, dan wortel; 
  • Ubi-ubian; dan
  • Susu dan produk olahannya.

Demikian informasi mengenai defisiensi biotinidase pada bayi. Ibu disarankan untuk melakukan skrining awal pada bayi sehingga dapat ditangani secepat mungkin dan tidak berdampak buruk pada pertumbuhannya.

Penulis: Zeneth Thobarony
Editor: Dwi Ratih