Keluarga

Stop! Ini Kebiasaan Buruk Ortu yang Bisa Ditiru Anak

Stop! Ini Kebiasaan Buruk Ortu yang Bisa Ditiru Anak

Perilaku orang tua sehari-hari, termasuk kebiasaan buruk dan baiknya, ternyata berdampak besar pada perkembangan moral dan tumbuh kembang si kecil, lho. Psikologis klinis Seth Meyers dan Preston Ni (seperti dilansir dari Brightside) bahkan mengemukakan kalau tindakan buruk yang dilakukan orang tua bisa merusak hidup dan masa depan si buah hati.

Ya, kita mungkin bisa menyebutnya sebagai toxic parenting. Sayangnya, masih banyak orang tua yang abai bahkan tak peduli sama sekali bahwa perilaku buruknya bisa mendatangkan konsekuensi serius bagi kondisi psikologis dan sikap si anak.

Apa yang Terjadi Jika Orang Tua Selalu Perlihatkan Kebiasaan Buruk ke Anak?


Orang tua semestinya adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas setiap perilaku anaknya. Jika anak sudah terlampau sering melakukan sesuatu yang buruk padahal ia bergaul di lingkungan yang positif, coba cek diri sendiri. Sudahkah kita memberi contoh yang baik kepada mereka?

Jangan-jangan kebiasaan buruk yang dilakukan anak adalah hasil dari didikan atau perilaku yang kerap kita contohkan kepadanya. Lantas, apa saja sih dampak jika orang tua kerap memperlihatkan kebiasaan buruknya di depan anak?

  • Anak Meniru Perilaku Orang Tua

    Orang tua adalah role model dan influencer utama bagi anak. Apa yang anak lihat dari orang tuanya, itulah yang akan ia percaya dan terapkan sepanjang hidupnya. Sekarang bagaimana kalau orang tua justru selalu mencontohkan perilaku buruk di depan anak-anak?

    Kerap memperlihatkan tindakan buruk di depan anak akan pelan-pelan akan membuat anak percaya bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang benar dan aman untuk ditiru. Kalau sudah begini, bukan nggak mungkin lho, Bu, anak bakal melakukan hal yang sama kepada orang lain. Ingat, childreen see children do. Perilaku anak adalah cerminan sikap kedua orang tuanya.

  • Gangguan Psikologis

    Menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Child Development (1995), anak-anak yang tumbuh di keluarga yang abusif sangat rentan mengalami gangguan psikologis. Kesehatan mental anak bisa terganggu karena banyak faktor, mulai dari kata-kata kasar yang sering diucapkan orang tua, pengabaian, kebiasaan membandingkan, KDRT, dan sebagainya.

  • Depresi dan Harga Diri yang Rendah

    Pola pengasuhan orang tua berpengaruh besar terhadap self-esteem (harga diri) si anak dan tingkat kerentanannya dalam hal stres/depresi. Jika orang tua lebih sering mencontohkan kebiasaan buruk di depan anak-anaknya, besar kemungkinan anak akan mempunyai harga diri rendah karena malu.

    Selain itu, pola asuh yang buruk juga diyakini membuat anak rentan mengalami stres atau bahkan depresi. Tidak jarang anak menjadikan pergaulan bebas dan narkoba sebagai pelarian akibat lingkungan keluarga yang tak suportif.

  • Prestasi Akademik Menurun

    Sering mengabaikan anak, bersikap kasar kepadanya, atau menunjukkan perilaku buruk di depannya akan membuat psikologis anak terganggu. Salah satu dampaknya adalah anak sulit fokus dalam banyak hal, terutama saat belajar. Jika sudah begini, prestasi akademik anak pun akan kian menurun.

  • Anak Sulit Menyesuaikan Diri

    Kebiasaan buruk yang dilakukan orang tua ternyata juga bisa berdampak pada kemampuan sosial dan interaksi anak. Kelak, ia akan mengalami kesulitan saat harus bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Akibatnya anak pun akan sulit berkembang dan meraih apa yang dicita-citakannya.

Kebiasaan Buruk yang Kerap Dilakukan Orang Tua ke Anak

Ada banyak contoh sikap maupuan kebiasaan buruk yang kerap dilakukan orang tua kepada anak-anaknya. Agar hal tersebut tidak terjadi berlarut-larut, pahami dulu yuk, Bu, perilaku negatif apa saja sih yang tak sadar sering ditunjukkan Ayah Ibu kepada buah hatinya?

  1. Menertawakan Saat Anak Jatuh


    Menertawakan (atau lebih tepatnya mengejek) saat anak jatuh atau gagal ternyata bukan perkara sepele lho, Bu. Saat melakukannya, Ibu mungkin hanya bermaksud bercanda. Namun, kebiasaan menertawakan seperti ini malah bisa membuat anak merasa malu dan harga dirinya merosot—terlebih jika itu dilakukan di depan orang lain.

  2.  Berkata Kasar


    Sering mengucapkan kata-kata kasar dan kotor, entah itu diucapkan langsung kepada anak atau tidak, ternyata berdampak negatif pada kondisi psikologis anak. Kebiasaan buruk ini merupakan salah satu poin KDRT yang dapat melukai perasaan dan harga diri anak.

    Jika sejak kecil anak terbiasa mendengar makian atau kata-kata kasar dari mulut kedua orang tuanya, ia akan otomatis meniru karena menganggap kata-kata tersebut sebagai sesuatu yang sangat wajar diucapkan.

  3. Mengancam Anak


    Masih sering mengeluarkan ancaman agar si kecil menuruti perintah Ibu? Sebaiknya hentikan hal itu mulai sekarang ya, Bu. Kebiasaan mengancam anak agar mematuhi segala perkataan Ibu ternyata bisa berefek buruk pada kondisi mentalnya.

    Mengancam akan membuat anak merasa takut, tidak mandiri, serta tidak punya pilihan atau kontrol atas hidupnya sendiri. Kelak ketika dewasa, anak akan jadi pribadi yang penuh keragu-raguan, takut mengambil inisiatif, dan bukan tidak mungkin mengulang tindakan yang sama (power abuse) kepada orang lain.

  4. Memaksa Anak Berbagi


    Berbagi itu baik, tapi memaksa anak agar mau berbagi dengan orang lain ternyata bukan tindakan yang disarankan, lho. Ya, anak perlu belajar soal konsep hak dan kepemilikan sejak kecil. Ia harus tahu mana barang yang menjadi miliknya dan mana yang bukan.

    Begitu pun soal berbagi. Anak perlu diberi pengertian pelan-pelan. Hindari memaksa anak untuk memberikan barang miliknya kepada orang lain. Ini merupakan bentuk menghargai hak milik anak. Dengan begitu, ia juga bisa belajar bahwa sama seperti dirinya, orang lain juga punya hak yang harus dihormati.

  5. Membentak Anak


    Menangis adalah ekspresi yang wajar setiap anak. Anak menangis bisa karena marah, bersedih, kesal, lelah, atau bahkan lapar. Membentak anak agar berhenti menangis justru akan membuat tangisnya kian keras. Kebiasaan buruk ini juga akan membuat si kecil takut kepada orang tuanya.

    Alih-alih membentak, sebaiknya validasi emosinya dengan mengajaknya berbicara. Cara ini akan membuat anak merasa secured dan diperhatikan. Jika anak memang belum mau menghentikan tangisnya, katakan pelan-pelan “Oke, Kakak boleh nangis dulu biar lega. Habis itu kita bicarakan sama-sama, ya.”

  6. Melabeli Anak


    Labelling (melabeli anak) adalah salah satu kebiasaan buruk yang masih sering dilakukan orang tua. Meski terkesan sepele, perilaku negatif ini bisa berdampak pada well-being dan harga diri anak, bahkan sampai dirinya dewasa.

    Maka dari itu, hentikan kebiasaan melabeli anak dengan kata-kata yang buruk, misalnya: anak bandel, anak bodoh, anak nakal, si pemalas, dan sebagainya. Sebagai gantinya, sebut ia dengan kata-kata yang baik dan memotivasi.

  7. Mengejek Orang Lain di Depan Anak


    Salah satu kebiasaan buruk yang kerap dilakukan orang tua adalah mengejek atau berbicara buruk tentang orang lain di depan anak-anaknya. Jika Ibu atau Ayah masih sering melakukan hal ini, sebaiknya hentikan mulai sekarang, yuk.

    Sering mengejek, menghina, atau merisak orang lain di depan anak-anak akan membuat mereka berpikir bahwa kebiasaan tersebut adalah hal yang sangat wajar. Jika sudah begitu, bukan nggak mungkin anak akan menirunya suatu hari.

  8. Negative Self-Talk


    Setiap orang tua perlu membiasakan diri dengan afirmasi diri yang positif, sebab hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku anak. Negative self-talk (bicara buruk tentang diri sendiri) di depan si kecil akan membuat anak mengira kebiasaan tersebut bukan sesuatu yang salah.

    Anak pun akan meniru perilaku orang tuanya. Kebiasaan negative self-talk ini akhirnya akan membuat anak kurang percaya diri, tidak berharga, dan bahkan tidak pantas mendapatkan sesuatu yang seharusnya ia dapatkan. Hati-hati, hal ini bisa memicu terjadinya depresi lho, Bu.

  9. Merendahkan Anak di Depan Orang Lain

    Selalu merendahkan atau memarahi anak di depan orang lain akan membuat anak merasa malu, tidak berharga, dan kehilangan kepercayaan dirinya. Bila anak memang berbuat salah, sebaiknya tegurlah baik-baik saat ia sedang sendiri atau di tempat sepi yang tidak ada orang. Dengan cara ini anak tidak akan merasa dipermalukan atau dilukai harga dirinya.

  10. Menolak Emosi Negatif Anak


    Emosi negatif seperti marah, kecewa, atau bersedih adalah hal yang wajar dirasakan setiap anak. Tugas kita sebagai orang tua adalah memvalidasinya, bukan malah menolaknya. Kebiasaan buruk menolak emosi negatif anak akan membuat si anak menahan apa yang sedang dirasakannya. Tak jarang, anak akan bertindak buruk sebagai bentuk pelarian atau pelampiasan emosi yang tak tersalurkan dengan baik.

Cara Menghilangkan Kebiasaan Buruk Orang Tua

Tidak ada kata terlambat asal kita mau berusaha kerasa mencobanya. Begitu pun dalam hal pola asuh, termasuk saat diri kita telanjur sering melakukan kebiasaan buruk ke anak. Jika Ayah atau Ibu kerap melakukan tindakan yang kurang baik di depan anak, coba perbaiki dengan cara-cara berikut, yuk.

  • Hindari Marah atau Berteriak

    Mulai sekarang, kurangi kebiasaan marah atau berteriak kepada anak. Jika anak melakukan kesalahan tertentu, cobalah respons dengan tenang. Duduk dan biarkan anak menjelaskan mengapa mereka berbuat begini begitu. Selain melatih kontrol emosi, cara ini juga akan membantu Ibu melihat sesuatu lebih objektif.

  • Jujur dan Minta Maaf

    Tentu saja nggak ada orang tua yang sempurna, tapi kita selalu bisa mengusahakan yang terbaik untuk anak-anak, bukan? Jujurlah pada diri sendiri, akui kesalahan diri dan berusahalah mengubahnya sedikit demi sedikit.

    Jangan lupa minta maaf pada anak. Katakan bahwa apa yang Ayah atau Ibu lakukan selama ini adalah hal yang kurang baik. Dengan cara ini, anak akan tahu bahwa kebiasaan tersebut adalah hal yang keliru dan tak boleh ditiru.

  • Lihat Sisi Terbaik Anak

    Jika Ibu masih suka membandingkan, labeling, stereotyping, dan sebagainya, cobalah ubah kebiasaan pelan-pelan dengan melihat sisi terbaik anak. Percayalah, setiap anak itu unik dan punya kelebihan masing-masing. Ketimbang hanya fokus pada kekurangannya, kenapa tak berusaha memaksimalkan apa yang sudah ia miliki saja?

  • Cari Dukungan

    Dukungan adalah aspek penting dalam mewujudkan pola pengasuhan yang positif. Minta support dari orang terdekat seperti keluarga, teman, atau orang tua dan beri tahu mereka tujuan yang sedang Ibu capai. Jangan sungkan meminta saran, pendapat, dan masukan demi kebaikan Ibu dan anak-anak ke depannya. Bila perlu, gabung ke support group atau konsultasi ke profesional untuk mendapat bantuan yang lebih tepat, ya.

Ingatlah selalu bahwa mendidik anak adalah sekolah seumur hidup. Semoga ulasan ini bisa menjadi bahan refleksi yang baik untuk Ibu dan Ayah di rumah, ya!

Penulis: Kristal Pancarwengi
Editor: Dwi Ratih